Ekonomi Digital Indonesia Tertinggi dan Tercepat di Asia Tenggara

Google, Temasek, dan Brain & Company pada Oktober ini merilis studi “e-Conomy SEA (South East Asia)”. Studi tahunan yang dilakukan keempat kalinya ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tercatat sangat signifikan.

Internet economy atau ekonomi digital—yang meliputi eCommerce, media (advertising, gaming, video on demand, dan music on demand), ride hailing (transport dan food delivery), travel (penerbangan, hotel, dan vocation rentals), serta financial services (payment, remittance, lending, investasi, asuransi)--di kawasan Asia Tenggara menyentuh angka US$100 miliar pada 2019. Itu artinya, tumbuh signifikan dibandingkan 2015 yang masih di angka US$32 miliar. Ekonomi digital tersebut diprediksi akan naik tiga kali lipat pada 2025, yakni menjadi US$300 miliar.

Menurut Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf, dari total jumlah pengguna internet di Asia Tenggara yang mencapai 360 juta pada 2019, baru separuh atau 180 juta yang menggunakan layanan internet untuk ekonomi digital.

Yang menarik, Indonesia tercatat sebagai negara yang paling tinggi ekonomi digitalnya dan paling cepat pertumbuhan ekonomi digitalnya dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. “Ekonomi digital Indonesia mencapai US$40 miliar (GMV) pada 2019. Artinya, naik 49% dibandingkan 2015 yang hanya US$8 miliar. Pada tahun 2025, angka itu diperkirakan tumbuh menjadi US$133 miliar,” papar Randy.

Dari lima sektor ekonomi digital, menurut Randy, eCommerce dan ride hailing menjadi yang paling tinggi kenaikannya di Indonesia. Dalam kurun waktu empat tahun, 2015 ke 2019, pertumbuhan ekonomi digital di sektor eCommerce mencapai 12 kali lipat, yakni dari US$1,7 miliar menjadi US$21 miliar. Bahkan, pada 2025 mendatang, nilai ekonomi digital dari sektor eCommerce menyentuh $82 miliar.

Di sektor ride hailing, pada periode 2015-2019, nilai ekonomi digitalnya di Indonesia bertumbuh 6 kali lipat, yakni dari US$0,9 miliar menjadi US$6 miliar. Pada 2025, nilainya diprediksi mencapai US$18 miliar.

Sementara itu, studi “e-Conomy SEA” juga mengungkapkan bahwa ekonomi digital terkait funding di Indonesia mencapai US$3,8 miliar. Funding tersebut mayoritas disalurkan ke startup Indonesia yang kini telah meraih predikat unicorn, seperti Bukalapak, Gojek, Tokopedia, dan Traveloka. “Pada semester pertama 2019, funding untuk startup di Indonesia sudah mencapai US$1,8 miliar,” ujarnya.

Studi “e-Conomy SEA” juga memaparkan fenomena ekonomi digital metro (kota besar) VS beyond metro (di luar kota besar). Di Indonesia, studi ini mendefinisikan metro sebagai Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi), sedangkan non metro adalah luar Jabodetabek.

Pengguna internet di wilayah metro di Indonesia, diungkapkan Randy, membelanjakan uang lima kali lebih tinggi, yakni US$555 per kapita. Bandingkan dengan pengguna non-metro yang hanya membelanjakan US$103. Sementara di kawasan Asia Tenggara, pengguna internet yang tinggal di kawasan metro membelanjakan US$598 dan pengguna non-metro membelanjakan US$98.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)