Dalam beberapa tahun terakhir, transaksi belanja online di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat signifikan. Salah satu parameter pertumbuhannya dapat dilihat dari nilai transaksi yang berhasil dicetak dari program tahunan Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional).
Merujuk data Nielsen, dibandingkan dengan periode regular, terjadi 4,2 kali kenaikan penjualan pada Harbolnas 2017—yang digelar selama tiga hari (11-13 Desember 2017). Nilai transaksinya diperkirakan mencapai Rp 4,7 triliun. Yang menarik dicermati dari studi Nielsen ini adalah program Harbolnas 2017 mampu memicu para pembelanja offline untuk bertransaksi online. Artinya, pada sepanjang Harbolnas 2017, ada 68% pembelanja online dan Harbolnas regular. Sementara itu, 27%-nya adalah orang yang pertama kali bebelanja online di Harbolnas. Adapun pembelanja online baru, yang dari offline ke online, mencapai 5%.
Diakui Public Relations & Community Manager Blibli.com Christine Lie Hartati, sebelum 2010, belanja online bukanlah suatu alternatif belanja yang dilirik oleh para shopper di Indonesia. Namun, sejak perkembangan internet dan smartphone semakin pesat, hal itu berdampak pada perubahan kebiasaan para shopper berbelanja yang semakin mudah mendapatkan informasi, mostly melalui testimonial di media sosial. “Keterbukaan informasi jugalah yang akhirnya membuat para shopper lebih nyaman untuk berbelanja online,” katanya.
Ada tiga shifting behavior, yang menurut Christine, telah terjadi pada shopper. Pertama, belanja yang tidak terikat waktu dan tempat telah membuat shopper tidak lagi menunggu buka dan tutup toko. “Belanja online memungkinkan online shopper belanja di kasur, saat sedang macet di jalan, atau sambil menjaga anak di rumah,” terangnya.
Kedua, media sosial tidak hanya menjadi tempat berbagi momen dengan sesama teman, tetapi sudah menjadi channel rekomendasi dan justifikasi pengambilan keputusan dalam membeli sebuah produk. Diungkapkan Christine, “Tak jarang komen-komen dan testimonial di media sosial lebih dipercaya dan dianggap lebih menginspirasi dibanding iklan atau produk katalog.”
Ketiga, penggunaan smartphone semakin tinggi karena perangkat ini semakin pintar menawarkan promo-promo belanja online yang relevan dan personalized sesuai dengan behavior penggunanya.
Shifting behaviorke belanja online inidiyakininya justru berdampak positif bagi ekosistem e-commerce. Indikasinya dapat dilihat dari empat hal. Pertama, semakin berkembangnya e-Commerce dari sisi logistik, Banking dan FinancialCompany, serta Brand Owner atau produsen di sektor tersebut dimana pengembangan digitalnya semakin maju. “Banking sudah banyak yang mengembangkan Fintech (Financial Technology)product, BrandOwner sudah banyak yang mempunyai divisi khsusus pengembangan e-commerce, begitu juga jasa logistik sudah semakin banyak dan goonline,” lanjutnya.
Dampak positif yang kedua adalah distribusi barang semakin meluas dan tak kenal batas. Dampak yang ketiga, Local Product menjadi mulai dikenal lebih luas. Keuntungan lainnya, produsen dapat memuat product story dan foto di katalog online ataupun media sosial mereka tanpa batasan tempat, sehingga dapat membantu meningkatkan productvalue mereka. Dampak keempat, Media Sosial dan Digital Marketing banyak menawarkan solusi untuk e-commerceplayers yang bisa memudahkan brand-nya lebih dekat dengan customer-nya.
Sejatinya, penyebab utama terjadinya perubahan perilaku tersebut adalah faktor kenyamanan dan kemajuan teknologi, khususnya internet dan teknologi smartphone. “Dan, E-commerce menjadi cara baru yang dipilih shopper untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kesibukan (waktu), halangan batas wilayah, dan limitasi ketersediaan barang di sekitar lokasi tinggal shopper, terbukti dapat diatasi oleh hadirnya e-commerce. Melalui e-commerce siapa pun dan dimana pun dapat memesan produk yang diingini dan langsung dikirim ke alamat mereka dan semuanya bisa dilakukan secara online,” paparnya.
Dampak positif atas perubahan perilaku para shopper itu, dituturkan Christine, juga dirasakan oleh Blibli.com. Di Blibli.com terjadi peningkatan transaksi dua hingga tiga kali per tahunnya sejak tiga tahun belakangan ini. “Dan melihat prediksi lonjakan bahwa 2020 mendatang pengguna internet di Indonesia bisa mencapai 215 juta serta proyeksi pertumbuhan bisnis kami pertahunnya, maka kami optimistis bisnis ini (e-commerce) masih memiliki kue yang cukup besar. Untuk itu, kami juga optimistis pertumbuhan bisnis pada tahun 2018 dapat mencapai 50%,” yakinnya.
Ditambahkan Christine, Blibli.com mencatat segmentasi onlineshopper sekarang sudah melebar baik Social Economic Class (SEC)-nya—yaitu dari A sampai C, maupun range usia dari 18 tahun ke 45 tahun. Tak terkecuali segmen millennial dan generasi Z. “Generasi millennial sudah lebih dewasa dibanding generasi Z, sangat aktif di sosial media, dan kritis dalam mempelajari referensi produk sebelum memutuskan untuk membeli produk. Generasi milenial juga sudah memasuki usia mapan, jadi spending levelnya di atas generasi Z,” terangnya.
Sementara itu, terlahir dengan akses internet yang terbilang...