Untuk itu, diperlukan riset demi mengetahui kepentingan dan kebutuhan stakeholders perusahaan. Perusahaan perlu melakukan stakeholders mapping guna menentukan terlebih dahulu prioritas stakeholders, sebelum akhirnya menentukan (What) fokus kegiatan CSR yang akan dijalankan. Setelah itu, perusahaan dapat merancang bagaimana (How) bentuk program dan kegiatannya. Demikian juga dengan KPI, ukuran suksesnya akan bisa dirancang dalam bentuk ukuran jangka pendek maupun jangka panjang.
“Sayangnya, seringkali manajemen kurang mengalokasikan anggaran untuk riset, baik riset pendahuluan untuk memahami stakeholders (stakeholders mapping) ataupun riset untuk megukur hasil kualitatif program PR. Padahal, tanpa riset pengukuran hasil, akan sulit mengukur suksesnya sebuah program PR,” ungkap Bambang.
Dinilai Mardi Wu, Managing Director Nutrifood, relevansi menjadi kunci penting atas keberhasilan sebuah program PR. “Kami percaya bahwa sebuah perusahaan harus memberikan nilai tambah dan manfaat bagi komunitasnya, baik melalui produk maupun kegiatan PR. Melalui produk misalnya, Nutrifood sebagai perusahaan yang mengusung gaya hidup sehat, mengajak masyarakat untuk bisa hidup sehat. Sementara itu, melalui kegiatan PR, Nutrifood menciptakan engagement program, sebagai stimulus bagi komunitas untuk mengubah perilaku hidup sehat.
Contohnya, pada program PR Nutrifood bertajuk “Health Agent Award” yang tahun ini memasuki penyelenggaraan keempat kalinya sekaligus menjadi salah satu pemenang di ajang PR Program of The Year 2014. Program tersebut merupakan kegiatan lanjutan dari kampanye Nutrifood-Balanced Nutrition for a Longer Healthy Life, yang dicanangkan sejak 2009. Sejalan dengan misi Nutrifood: Inspiring a Nutritious Life, melalui program Health Agent Award, Nutrifood ingin dapat menginspirasi, mengedukasi, dan memfasilitasi gaya hidup sehat bernutrisi kepada masyarakat dengan sasaran utama komunitas sekolah dasar. Dalam hal ini, guru, murid, orang tua, dan kantin sekolah.
Hasil dari program PR ini, tingkat pelaksanaan proyek di sekolah mencapai 100%. Itu artinya, sekolah telah berkomitmen untuk melakukan perubahan di sekolahnya. Tolak ukur keberhasilan lainnya adalah keterlibatan aktif seluruh sekolah siswa yang jumlahnya mencapai hampir 3.000 anak. Tidak hanya itu, hasil dari proyek kesehatan itu juga membuahkan beberapa perubahan mendasar pada SD, seperti adanya kantin yang lebih sehat hingga peraturan kebiasaan hidup sehat, seperti sarapan bersama di sekolah. Bahkan, ROI (Return of Investment) atas pemberitaan yang tinggi juga berhasil diperoleh dari program tersebut, walaupun hal itu bukan menjadi KPI utama.
Relevansi yang kuat antara program PR dengan visi dan misi perusahaan juga dijumpai pada Program “PAUD 1000 Anak Bangsa” dari Sarihusada, pemilik merek produk susu dan produk-produk nutrisi anak-anak, bersama retailer Indomaret. Menurut Arif Mujahidin, Head of Corporate Affairs Sarihusada, perusahaan yang merupakan bagian dari Danone Early Life Nutrition, ini memiliki misi sosial, selain misi bisnis. “Misi sosial merupakan salah satu bisnis fundamental Sarihusada. Ini merupakan salah satu faktor yang menentukan kredibilitas perusahaan. Reputasi yang baik harus dibangun dengan melakukan inisiatif dan harus dikomunikasikan. Jadi, doing good and talking about it adalah keyword-nya,” tegasnya.
Melalui “PAUD 1000 Anak Bangsa,” Sarihusada bekerja sama dengan Indomaret melakukan promosi di beberapa outlet tertentu. Dengan membeli SGM ukuran 1000 gram di outlet Indomaret tertentu area Jabodetabek—baik varian Explore maupun Active—maka konsumen akan turut menyumbang Rp 1.000 untuk kegiatan sosial. “Ini kami sebut dengan program 1000 untuk 1000. Setelah uangnya terkumpul, kami lihat yang paling relevan dan dibutuhkan di Indonesia adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebab baru 25% anak Indonesia di bawah usia 6 tahun yang bisa mengenyam pendidikan anak usia dini,” ucap Arif.
Sarihusada memilih PAUD lantaran ingin melakukan sesuatu yang sesuai dengan core target-nya yaitu ibu-ibu dan anak-anak—yang notabene merupakan konsumen produk-produk Sarihusada. “Di PAUD tersebut, anak-anak diberikan edukasi tentang gizi. Ada juga kebun mini di PAUD yang bisa dijadikan anak-anak untuk menanam sayuran. Tujuannya, agar mereka mencintai sumber gizi dan pangannya. Program tersebut kemudian menjadi role model yang dapat disebarluaskan ke daerah lain di Indonesia,” kata Arif.
Program PR yang tingkat relevansinya tinggi dengan core perusahaan adalah “Indosat Wireless Innovation Contest” (IWIC). Menurut Adrian Prasanto, Division Head PR Indosat, IWIC adalah ajang kompetisi inovasi teknologi yang diselenggarakan sejak 2006. “Saat pertama kali kami menggelar program ini, kami sudah menyadari bahwa masa depan industri teknologi adalah aplikasi digital. Oleh karena itu, sebagai penyelenggara jaringan, kami tidak ingin tinggal diam. Kami ingin anak-anak muda Indonesia menjadi 'tuan rumah' aplikasi di negeri sendiri. Artinya, tidak hanya menggunakan dan mengandalkan aplikasi dari luar,” jelas Adrian.
Program kompetisi IWIC rutin digelar sekali dalam setahun, dan merupakan salah satu program tanggung jawab sosial perusahaan Indosat bagi masyarakat. Konsep dasar IWIC adalah mencari talenta terbaik dari seluruh Indonesia dari bidang teknologi informasi dalam bentuk kompetisi untuk menjadi seorang technopreneur. Di IWIC ke-7 kali ini, ada sedikit hal berbeda dalam penyelenggaraan dan konsep acara. Selain penajaman kepada inovasi, IWIC tahun ini juga mengasah jiwa entrepreneurship peserta dengan menggandeng Founder Institute, sebuah institusi yang fokus mengembangkan skill seorang technopreneur. Dengan format baru, IWIC ke-7 mampu menyedot jumlah peserta hingga dua kali lipat dibandingkan IWIC ke-6. Awareness program IWIC juga semakin kuat. Bahkan, IWIC ke-7 memperoleh media exposure yang berlimpah. Begitu juga dengan social media. *