Lima Pelajaran dari Dihapusnya Posisi CMO Coca-Cola

Baru-baru ini, Maret 2017, Coca-Cola global telah memutuskan untuk menghapus posisi atau jabatan Chief Marketing Officer (CMO) dalam organisasinya. Keputusan itu bertepatan dengan akan pensiunnya mantan CMO Coca-Cola Marcos de Quinto, setelah hampir empat dasawarsa bersama merek minuman karbonasi ternama itu.

Pasca pensiunnya Marcos, Coca-Cola justru memutuskan untuk menghapus posisi CMO. Selanjutnya, Coca-Cola memilih menciptakan posisi atau jabatan baru, yakni Chief Growth Officer (CGO). Posisi baru tersebut bertugas memimpin Tim Customer dan Commercial Coca-Cola. Selanjutnya, peran CGO dipercayakan kepada Francisco Crespo.

Bagi Coca-Cola, langkah tersebut sebagai bagian dari restrukturisasi, untuk mengubah perusahaan menjadi organisasi yang berorientasi pada pertumbuhan dan berpusat pada konsumen.

Coca-Cola memang tidak secara eksplisit menyalahkan CMO sebelumnya, karena penurunan pendapatan—dimana penjualan global turun dari $ 48 miliar di tahun 2012 menjadi $ 44,3 miliar pada tahun 2016. Namun, diduga bahwa keputusan manajemen tersebut sebagian besar didorong oleh penurunan pendapatan.

Dinilai Sam Melnick, seperti yang dikutip dari www.marketingprofs.com, ada lima pelajaran yang dapat dipetik pemasaran dari kasus dihapusnya posisi CMO Coca-Cola.

#1 Bukan Saatnya CMO Merasa Berada di Zona Nyaman

Coca-Cola bukan satu-satunya contoh organisasi yang ingin memangkas Marketing. Sekitar 30% CEO mungkin telah memecat CMO mereka pada tahun 2017. Menurut Forrester Research, hal itu terjadi karena mereka kurang memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melakukan transformasi di bisnis digital.

#2 Investasi Marketing Diawasi Ketat
Sebenarnya, ada secercah harapan di tengah gejolak pemangkasan Divisi Marketing, yakni anggaran pemasaran terus meningkat atau naik selama tiga tahun berturut-turut. Bahkan, menurut Gartner, tumbuh hingga 12% dari pendapatan perusahaan. Anggaran tersebut, dalam konteks tekanan bisnis saat ini, menandakan bahwa ada kepercayaan besar pada kepemimpinan pemasaran atau CMO untuk mendorong hasil bisnis yang nyata.

Oleh karena itu, 80% dari semua pemasar B2B (Business to Business) sekarang ditugaskan untuk mendorong pendapatan. Sayangnya, menurut Debbie Qaqish dari Pedowitz Group, hanya hampir sepertiga yang baru bisa menunjukkan hasil keuangan yang kredibel. Bahkan, penelitian yang dilakukan di Allocadia menemukan bahwa hanya 21% perusahaan yang dapat sepenuhnya mengukur kontribusi pemasaran terhadap pendapatan.

Artinya, jika CMO tidak dapat menerjemahkan peran pemasaran menjadi satu-satunya tools yang benar-benar penting bagi bisnis – uang, dan pertumbuhan, maka pemasar tidak dapat berharap akan keamanan kerja, rasa hormat, kontrol, maupun kepercayaan diri.

#3 CMO Ditugaskan untuk Mengubah Persepsi dan Perannya
Keputusan Coca-Cola Global menunjukkan bahwa pemasar berupaya mengubah persepsi departemen mereka, yang selama ini dipersepsi sebagai pusat biaya. Mereka mencoba untuk mengubah persepsi pemasaran sebagai pertumbuhan. Dengan demikian, hal itu berpotensi membantu CMO mendapatkan peran yang lebih strategis di dalam perusahaan. Untuk itu, ROI (Return of Investment) menjadi kuncinya. Singkatnya, mereka harus menjalankan pemasaran seperti bisnis.

#4 Sudah Saatnya Menjalankan Bisnis Marketing
Kemampuan menjalankan departemen pemasaran dengan pola pikir layaknya pemilik perusahaan dapat membuat pekerjaan CMO tidak menjadi sia-sia. Untuk itu, diperlukan disiplin yang ketat dalam merencanakan strategi pemasaran, baik di kampanye, taktik kreatif, dan taktik untuk menghadapi pelanggan. Tanpa disiplin atau terlalu fokus pada eksekusi, maka pemasaran akan menjadi terdesentralisasi dan terputus-putus, hingga membuatnya tidak efektif.

#5 Pentingnya Praktisi Pemasaran
Saat ini, dalam konteks baru, CMO lebih bergantung pada anggota tim mereka yang kritis. Mereka bertugas menjalankan strategi pemasaran dan meningkatkan pendapatan. Praktik pengelolaan anggaran, pelacakan investasi, dan membuat aktivitas pemasaran kembali ke pendapatan, merupakan salah satu proses, data, dan teknologi. Peran yang sangat strategis ini jatuh pada praktisi pemasaran yang sejajar dengan kepemimpinan pemasaran, yang berfokus pada tiga bidang yang berbeda, yakni Rencana Pasar (misalnya, apa tujuan brand dan apa yang akan dilakukan untuk mencapainya); Manajemen Investasi (tentang bagaimana pemasar bisa menghabiskan uang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana awal); dan Target yang Go-to-Market (hasil harus terukur).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)