Memperluas Pasar dangan Gender Bending Brands

Quicksilver - crop

Pernahkah anda memikirkan apa jenis kelamin brand anda? Apakah ia laki-laki atau perempuan? Creative Boutique Bombang bermain-main dengan pertanyaan ini ketika membengkokkan gender merek Quicksilver yang terkesan “macho” dengan ide peluncuran Roxy, sebuah sub-brand parfum yang sangat perempuan.

Roxy sukses dan mampu menyumbang 35% revenue bagi Quicksilver. Quiksilver adalah produsen dan distributor pakaian, asesoris untuk orang yang berjiwa muda dan bergaya casual. Produk-produknya dijual di hampir seluruh negara, terutama di toko-toko surfing, skateboard dan terutama toko-toko yang menyediakan barang-barang asli.

Matthew Paprocky, presiden agensi yang berbasis di New York itu mengatakan bahwa gagasan utama pendefinisian ulang “seksualitas brand” ini didapatkan dengan cara memahami produk tersebut, dan mengkaji apa sesungguhnya orientasi (gender)nya, dengan melihat apa yang menjadi daya tarik alamiah produk tersebut dan aktifitas marketing yang berada di belakangnya.

“Semua strategi yang dilakukan fokus pada orientasi yang berbeda, yang ketika dibengkokkan, hal ini akan menarik perhatian 'lawan jenis' dan meningkatkan potensi pasar dari produk itu,” kata Matthew.

Menurut Rupal Parekh dari www.adage.com, sudah saatnya, kalangan marketer mempertimbangkan untuk membengkokkan jenis kelamin brandnya, terutama di era dimana konsumen mengurangi pengeluarannya. “Marketer harus inovatif dalam meningkatkan share dengan menjangkau segmen konsumen yang belum dimanfaatkan,” tulis Rupal.

Rupal mengambil contoh ketika Bombang di-hire oleh Quicksilver—brand yang seolah hanya untuk laki-laki, untuk merancang strategi meraih perhatian kaum wanita. Portfolio produk Quicksilver yang selama ini terdiri dari apparel, papan surf, kacamata, topi, dan lain-lain yang terkesan “cowok banget” kemudian diperkaya dengan line up untuk wanita seperti parfum, produk kecantikan bahkan perlengkapan kamar tidur, yang menggoreskan kesuksesan berupa 35% kontribusi revenue terhadap Quicksilver pada tahun 2008.

Tidak hanya itu, peritel pakaian dalam Wish Room mengeluarkan dana untuk lebih memahami kemungkinan bahwa pria diam-diam menginginkan bra untuk diri mereka sendiri. “It may sound like a joke, but Wish Room saw hundreds of “mansierres” fly out the door at $30 a pop in Japan,” tambah Rupal.

Bukan Ide Baru

Rupal menjelaskan bahwa hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Ia menceritakan ketika pada tahun 1960-an Phillip Morris meluncurkan rokok Virginia Slims, dengan kampanye “You've Come a Long Way, Baby”, dan Frito Lay yang baru-baru ini meluncurkan snack yang lebih ramah pada 'perempuan'.

Pakar marketing menyebutkan bahwa saat ini setiap strategi harus hati-hati dengan pesan mereka, dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan pemetaan terhadap pengemasan dan merchandising sebagai bagian dari program pemasaran. Rupal lalu mencontohkan strategi gender bending yang dilakukan brand yang ingin lebih menyasar kaum laki-laki yang dilakukan Boombang untuk divisi Ace dari perusahaan Newell Rubbermaid—dimana Bombang merancang produk seperti pinset dan gunting kuku untuk laki-laki.

Menurut Valee Gallant, Marketing Communication Manager Ace Atlanta, pada umumnya laki-laki tidak mau pergi ke “area pink” di supermarket untuk mendapatkan pinset dan gunting kuku yang dibuat untuk perempuan. “Mereka ingin produk yang terlihat maskulin dan dibuat spesifik untuk kebutuhan penunjang penampilan pria, dan bukan hanya produk wanita tapi dalam kemasan berbeda,” kata Valee.

Halaman Selanjutnya
Berpikir di Luar Kotak...
Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)