TVRI Potensial, Asalkan....
Media Strategic Janoe Arijanto yang juga CEO Dentsu Strat menilai TVRI memiliki potensi untuk meraih penonton karena sejatinya generasi baru cenderung melihat informasi secara independen, tidak melihat asal usul konten atau sebuah siaran itu berasal. “Asalkan dia relevan dengan kebutuhan informasi kontemporer, maka konten itu akan dikonsumsi.” Dalam landscape komunikasi termutakhir, lanjutnya, konten-konten yang lahir dari manapun, punya kecenderungan terekspose secara luas dan menjadi populer, termasuk konten-konten dari media Televisi.
“Jadi, jika rejuvenasi itu dilakukan dengan dasar merespon kebutuhan trend content mutakhir, maka akan ada potensi TVRI meraih penonton.” Tapi obligasi TVRI tidak berhenti sampai di situ, TVRI punya kewajiban untuk menjadi TV yang mengedepankan konten-konten edukatif dan independen, katanya. Namun “beban” itu tidak akan sepenuhnya menghambat dinamika bisnis TVRI. “TVRI justru memiliki momen untuk memberikan perbedaan diantara kebanyakan tayangan-tayangan stasiun televisi yang tidak memihak pada konten-konten edukasi,” tambahnya.
Momen inilah, menurut Janoe, yang harus dimanfaatkan oleh TVRI untuk mendapatkan perhatian lebih dari publik. TVRI perlu mengintegrasikan program-programnya dengan media-media lain diluar televisi, pertama untuk mendapatkan perhatian kembali dari publik dan membangun pola yang lebih integratif dengan audience dari media-media lain, terutama Digital, Janoe panjang lebar memberikan saran. Bahkan, katanya, melalui Digital—salah satunya lewat aktivasi di Social Media—TVRI bisa bangkit lebih cepat.
Berita menariknya, Janoe meyakinkan, pengiklan semakin lama semakin cerdas memilih dan tidak semata-mata berorientasi pada kuantitas rating. “Mereka juga memikirkan bagaimana engagement terjadi di luar program itu sendiri. Jadi jika TVRI membangun sebuah model yang lebih terintegrasi dengan contact point lain, maka kemungkinan kehadiran brand-brand pendukung akan segera terjadi,” katanya optimistis. *
Djito Kasilo, Dosen Komunikasi FISIP UI dan Konsultan Merketing Communication:
Revitalisasinya Masih Produsen-Oriented
Upaya rejuvinasi yang dilakukan TVRI sebenarnya sudah baik. Hanya saja, saya masih melihat langkah rejuvinasi TVRI masih Produsen-Oriented, bukan Consumer-Oriented. Tak mengherankan, sampai saat ini jika TVRI masih ditempatkan sebagai produk. Padahal seharusnya, TVRI ditempatkan sebagai corporate. Sedangkan produknya adalah program-program TV maupun non TV—seperti off air maupun produk digital. Sama seperti Unilever sebagai perusahaan toiletries yang memiliki aneka produk seperti brand Clear, Rinso, Pepsodent, dan sebagainya.
Setelah jelas menempatkan TVRI sebagai perusahaan, maka langkah peremajaan yang paling mudah dilakukan adalah dengan memperjelas terlebih dahulu STP (Segmentasi, Target, Positioning) program-program unggulannya. Toh, saat ini saya melihat ada banyak program TVRI yang bagus dan tak kalah dengan TV swasta, misalnya program “Buah Hati”, “Taman Buaya Beat Club”, serta program talkshow politik.
Contohnya, program “Buah Hati” yang sepertinya menyasar segmen ibu-ibu muda dan modern. Sementara program musik “Taman Buaya Beat Club” yang lebih menyasar segmen anak muda. Jika STP setiap program sudah jelas, maka langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah mengkomunikasikan program tersebut. Sampai saat ini, saya tidak pernah melihat upaya TVRI mengomunikasikan program-program unggulannya. Bandingkan dengan TV swasta yang sangat agresif mengkomunikasikan program unggulannya di media mereka sendiri maupun di media lain, seperti media cetak, billboard, hingga ambient media.
Memang butuh bujet untuk mengkomunikasikan produk-produk TVRI. Tapi, langkah itu mau-tak-mau harus dijalani, karena TVRI harus mengedepankan prinsip Consumer-Oriented atau Audience-Oriented, bukan Produsen-Oriented. Dengan dikomunikasikan, maka audience sadar dan tahu bahwa TVRI juga punya program yang tak kalah bagusnya dengan TV lain.
Misalnya, untuk produk program “Buah Hati”, TVRI bisa mengkomunikasikan lewat majalah atau tabloid yang menyasar ibu-ibu muda dan modern. TVRI juga bisa mengomunikasikannya via media online yang menyasar target market ibu-ibu muda. Bahkan, TVRI juga bisa melengkapi komunikasinya dengan melakukan acara off air bersama komunitas ibu-ibu muda.
Jika produk-produk unggulan TVRI berhasil menetapkan STP dan terkomunikasikan dengan baik ke target audience, maka dengan sendirinya produk-produk tersebut akan direspon positif oleh audience. Efeknya, tak hanya pengiklan yang yakin akan perubahan yang sudah dilakukan oleh TVRI. Dan stigma negatif TVRI sebagai TV jadul, kuno, dan norak pun dengan sendirinya akan meluntur.
Sejatinya, akan lebih mudah effort-nya untuk merejuvinasi TVRI lewat jualan sejumlah program unggulan TVRI terlebih dahulu, dibandingkan harus menghapus stigma negatif yang kadung menempel di TVRI. Satu hal lagi, yang harus dilakukan TVRI adalah prinsip Consumer-Oriented juga harus dimiliki seluruh SDM TVRI. Artinya, mentalitas SDM TVRI harus juga Consumer-Oriented, bukan Produsen-Oriented.