Lima tahun ke depan, ritel akan lebih memudahkan sekaligus menyenangkan bagi konsumen atau pelanggan. Lebih mudah berarti pelanggan dapat berbelanja di mana saja dan kapan saja saat mereka menginginkan, baik melalui e-commerce maupun toko fisik. Lebih mudah berarti juga kemudahan dalam memilih varian produk yang lebih variatif serta lebih mudah dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan. Demikian penilaian Zhang Li, CEO JD.ID, tentang ritel masa depan.
Sementara itu, bagi pemasok/supplier, menurutnya, ritel akan lebih menuntut sisi efisiensi, akurasi, dan dapat mengurangi bahkan menghindari kehilangan atau kerugian yang tidak perlu. Misalnya, dengan meningkatkan arus inventaris produk, meningkatkan akurasi perkiraan/forecast, dan mengurangi stok produk yang berjalan lambat/slow moving.
“Industri ritel akan mengalami transformasi yang cukup signifikan berkat penggunaan teknologi. Kanal-kanal tradisional akan terus berupaya memberikan pengalaman yang lebih dari sekadar diskon. Sementara ritel online akan terus berinovasi memberikan pengalaman O2O yang lebih seamless (mulus) serta cara-cara baru agar konsumen mendapatkan pengalaman berbelanja yang lebih menyenangkan melalui penggunaan teknologi seperti Artificial Intelligent, machine learning, VR, dan mungkin tren-tren teknologi lain yang akan dikombinasikan. E-commerce akan menjadi basis inovasi teknologi tersebut,” papar Zhang Li.
Ia menambahkan, salah satu misi JD.ID adalah membuat belanja menjadi lebih mudah dan menyenangkan. Untuk itu, JD.ID akan fokus pada tagline '#DijaminORI untuk memastikan para pelanggan mendapatkan produk-produk asli, sehingga membuat mereka lebih mudah untuk membuat keputusan membeli. “Kami juga akan membangun jejaring gudang dan logistik di seluruh Indonesia, sehingga pelanggan lebih mudah dan cepat mendapat pesanan mereka,” ucapnya.
Demi mewujudkan misi itu, pada 2018 lalu, JD.ID telah membuka gerai fisik JD.ID X di PIK Avenue (di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara) dan banyak melakukan kolaborasi dengan mitra lokal. Di ajang Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional) 12.12 2018 misalnya, JD.ID bekerja sama dengan Go-Jek untuk pengantaran (delivery) pesanan. Sementara bersama mal kelas atas Senayan City di Jakarta Selatan, JD.ID menggelar HarJOYnas, yang merupakan kegiatan promo offline. “Dalam waktu dekat, kami akan bekerja sama dengan MOI (Mall of Indonesia), Alfamart, dan lebih banyak mitra. Dengan demikian, para pelanggan mendapat pengalaman berbelanja seamless baik online maupun offline,” ungkapnya.
Diyakini Zhang Li, ke depan, konvergensi tidak terhindarkan. Sebab, medium online dan offline batasnya menjadi semakin tipis, bahkan seamless. Tujuannya adalah untuk membuat pengalaman konsumen atau pelanggan menjadi lebih utuh dan lengkap. “Kami percaya, di masa depan, ritel akan menjadi tanpa batas atau boundaryless. Isitilah kami adalah boundaryless retail concept. Artinya, format apa pun menjadi tidak penting, karena yang menjadi kunci adalah pengalaman pelanggan dan efisiensi,” paparnya.
Ia mencontohkan, di China, kini telah terjadi tranformasi dan konvergensi dimana dari 80% transaksi offline mulai beralih ke online. JD.com telah menggunakan kapabilitasnya untuk meningkatkan infrastuktur ritel, baik online maupun offline melalui penggunaan teknologi digital.
Fakta yang menarik disimak adalah Fast Moving Consumer Goods (FMCG) yang belakangan mulai diminati para pembelanja online. Terbukti, sepanjang 2018, penjualan JD.ID untuk kategori FMCG tumbuh lima kali lipat. Dan tahun lalu, JD.ID juga mengembangkan JD Mart dan JD Fresh yang meliputi produk kebutuhan sehari-hari hingga produk segar seperti ikan, seafood, roti, dan kue.
“Peningkatan belanja FMCG di kanal online seperti JD.ID barangkali demi alasan kepraktisan dan karena banyak promo dari brand maupun mitra. Karena promo, berbelanja kebutuhan FMCG di platformonline seperti JD.ID menjadi lebih hemat, selain mudah, dan praktis,” tambahnya.
Sementara itu, demi menghadapi tantangan biaya pengiriman yang mahal—padahal harga produk-produk FMCG lebih murah, JD.ID memilih strategi promo bundling. Dengan strategi itu, biasanya pelanggan tidak sekadar membeli satu item produk FMCG. Akan tetapi, mereka akan membeli produk FMCG untuk keperluan mingguan atau bulanan, yang notabene berjumlah besar. “Dengan besaran nilai keranjang belanjaan yang tinggi (high basket size), maka kami dapat mengimbangi biaya pengiriman,” yakinnya.
Selain itu, JD.ID juga membangun JD Hubs di berbagai kota di Indonesia, guna memangkas jarak dan waktu antara produk dan pelanggan. Artinya, dengan JD Hub, pengiriman pesanan ke pelanggan hanya membutuhkan waktu kira-kira dua jam. Selain itu, demi memangkas waktu pengiriman, JD.ID juga bekerja sama dengan sejumlah mitra offline.
Sementara itu, di JD.com (China), armada pengiriman sudah bukan lagi menjadi isu. Eksekusi delivery sudah lebih maju, yaitu misalnya dengan menggunakan drone darat yang disebut sebagai unmmaned truck (truk tak berawak) maupun drone udara (JDrone) untuk mengirim barang ke wilayah-wilayah pedesaan yang sulit dijangkau. “Di Indonesia, kami melihat hal ini mungkin terjadi,” ia meyakini.
Di China, lanjut Zhang Li, konsep ritel 7Fresh menjadi contoh konkret bagaimana penjualan online FMCG dikembangkan. Di gerai 7Fresh miliknya, JD.com menggabungkan pengalaman berbelanda offline dan online. Di sini shopper dapat membeli makanan segar seperti sayuran, buah-buahan dan bunga, dengan transaksi tanpa kasir (cashless), menggunakan e-money WeChat atau kartu kredit. Namun demikian, shopper juga bisa melakukan transaksi lewat aplikasi JD.com yang di dalamnya ada kanal 7Fresh. Barang selanjutnya bisa dibawa langsung atau dikirimkan oleh jasa kurir (langsung sampai hari itu).