77 Tahun Merdeka, Apa Kabar Brand Lokal Indonesia?

MIX.co.id - Kontribusi barang bermerek terhadap GDP Indonesia saat ini diperkirakan masih di kisaran 20%-25%, di mana kurang 10% di antaranya berasal dari brand lokal. Bagaimana perjalanan merek-merek lokal tersebut di tengah berbagai tantangan?

Dr. Ardi Wirda Mulia, pengamat pemasaran, Direktur Utama Prompt Research

“Kontribusi barang bermerek di Indonesia saat ini saya kira tetap ada di kisaran 20%-25% pada GDP, tidak ada perubahan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang menurut data International Trademark Association (INTA) pada publikasi 2017, kontribusinya sebesar 21% dari nilai GDP,” kata Dr. Ardi Wirda Mulia, pengamat pemasaran, Direktur Utama Prompt Research. Sedangkan kontribusinya kepada employment (penciptaan lapangan pekerjaan), masih mengutip INTA, adalah 26%.

“Tidak ada update INTA dari angka publikasi ini, namun selama lima tahun terakhir, saya kira tidak ada perubahan yang fundamental tentang perillaku konsumsi. Jadi bisa diduga bahwa kontribusi barang bermerek di Indonesia saat ini tetap,” tegasnya dalam wawancara khusus dengan MIX MarComm. Dengan kata lain, sebagian besar kontribusi (75%-80%) terhadap GDP berasal dari produk komoditas tanpa merek.

“GDP itu kan diattribusikan pada penjumlahan nilai tambah. Misalkan Unilever memproduksi sabun. Kontribusi Unilever terhadap GDP itu kan selisih nilai jual produksinya dengan nilai beli raw materialnya. Raw material ini persentase terbesarnya tentu komoditas. Komoditas (misalkan minyak sawit) ini dihitung sebagai kontribusi GDP dari perusahaan sawit,” ujarnya. Pada akhirnya, menurut Ardi, yang memiliki kontribusi terbesar terhadap GDP saat ini adalah produsen-produsen rawmaterial (sekitar 50%), dari sektor pertanian, pertambangan, dan lain-lain.

Ardi membenarkan bahwa proses pemberian nilai tambah terhadap sebuah komoditas yang kemudian di-branding menjadi barang bermerek di Indonesia kontribusinya kepada perekonomian Indonesia masih jauh dari harapan.

Semakin tinggi valueadded, semakin penting bagi produsen untuk melakukan branding. Jadi, tingginya kontribusi brand kepada GDP, berarti tingginya valueadded yang dihasilkan oleh produsen brand tersebut. Ardi mencontohkan produk gadget atau technologybasedproduct yang value added-nya besar. “Produk seperti ini biasanya di-branded dengan baik,” imbuhnya.

Menurut Ardi, Indonesia sumber daya alamnya melimpah sehingga secara naturalvalueadded-nya ada di penyediaan input sehingga branding kurang diperhatikan. “Setiap negara punya sumber daya alam yang berbeda.”

Liputan selengkapnya ada di Majalah MIX Edisi 04/2022

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)