Agar Industri Agensi Bertahan di Masa Krisis

Indonesia Agency of The Year kembali digelar Majalah Mix Marketing Communication untuk ketiga kalinya. Perhelatan akbar yang kali ini digelar di roof top, Artotel, Jakarta, pada Agustus ini (20/8), dihadiri oleh ratusan insan dari berbagai agensi di Tanah Air. Sebut saja Public Relations Agency, Media Specialist Agency, Creative Advertising Agency, Brand Activation Agency, hingga Digital Agency--yang notabene kategori yang disurvei Mix kepada 300 lebih marketers dan praktisi PR di Tanah Air.

IMG_6776 Sesi talk show dengan praktisi industri agensi di acara Indonesia Agency of The Year 2015

Acara didahului oleh sambutan dari Kemal Gani selaku Pemimpin Redaksi Majalah Mix. Dalam kesempatan itu, ia memaparkan tentang program Indonesia Agency of The Year, yang merupakan program tahunan Majalah Mix. Selanjutnya, Harris Thajeb, Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) memberikan apresiasinya terhadap program Indonesia Agency of The Year. "Kami mengapresiasi program seperti ini dan kami berharap semua praktisi agency dapat men-support kegiatan seperti ini demi membesarkan industri ini," katanya.

Dalam rangkaian malam penghargaan Indonesia Agency of The Year 2015, Mix juga menyajikan sejumlah testimoni dari para insan yang terlibat di industri agensi, yang dimoderatori oleh Redaktur Majalah Mix Lis Hendriani.

Managing Director RCTI Kanti Mirdiati berbagi pengalamannya bagaimana media seharusnya menghadapi situasi di masa krisis seperti sekarang.

"Masyarakat Indonesia pintar beradaptasi. Untuk itu, kami yakin krisis selalu bisa dilewati. Promosi tetap harus jalan. Untuk menghadapi itu, kami coba menyajikan berbagai alternatif kampanye dan ide. Kami juga tawarkan alternatif pricing. Karena, dalam kondisi seperti ini, bujet promosilah yang paling mudah dipangkas. Makanya, kami menawarkan pricing ekonomis. Kami juga menambahkan benefit dan menawarkan kreatif dengan aneka engagement, alias tidak hanya loose spot. Bahkan, kami juga fleksibel untuk diskusi untuk membantu mereka dalam menjawab needs klien," papar Kanti.

Bagi Irfan Ramli, Presiden Direktur Hakuhodo Indonesia, ia memiliki mimpi untuk membuat program seperti ini menjadi lebih maksimal, dengan menghadirkan bobot efektivitas kampanye. Bicara soal krisis, menurut Irfan, ini bulanlah yang pertama kalinya. Bahkan Irfan pernah memotong gaji timnya agar tetap survive pada saat krisis 1998 lalu.

"Kami harus diskusi dengan klien untuk solving the problem, termasuk financial condition mereka. Terutama, untuk klien-klien yang berhubungan dengan dolar. Salah satu contoh yang bagus saat menghadapi krisis adalah Kompas yang meluncurkan kolom Klasika dengan harga yang luar biasa murah dan tawaran yang baru. Saya berharap dengan kondisi seperti ini, para praktisi bisa lebih cermat. Termasuk, belajar finance condition agar agensi dapat menghadapi dan memberikan solusi bagi klien Tbk," papar Irfan.

Irfan juga menghimbau kepada insan periklanan bahwa ajang award seperti ini harus juga dijadikan tempat "fashion show" bagi industri agensi. "Oleh karena itu, support-lah acara seperti ini demi kemajuan industri dan knowledge. Apalagi, Indonesia dalam lima tahun terkahir sudah dipandang di industri kreatif global. Contoh, karya kita ada yang sudah mendapatka Canes. Tapi, jika dibandingkan dengan Thailand, Singapura, dan Malaysia, Indonesia masih kalah. Itu karena industri periklanan mensupport mereka," cerita Irfan.

Ditambahkan Aris Boediharjo, Direktur Utama Fortune Indonesia, "Indonesia biasa menghadapi krisis. Krisis justru peluang. Cobalah berpikir paradoks. Kami malah belanja banyak sekarang. Dari belanja Rp 120 miliar, sekarang menjadi Rp 700 miliar. Action juga lebih di-gas. Now is buying time agar orang dapat melihat kampanye kita. Krisis harus menjadi kesempatan kita untuk berkembang."

Dinilai Maya Watono, Director Dwi Sapta Group, kondisi akhir tahun dan awal tahun ini memang agak sulit. "Industri agensi turun double digit dan klien turun lebih tajam lagi. Ini yang harua kita sadari. Kita harus adaptasi dengan inovasi dan krearivitas untuk dapat survive," tegas Maya.

Cara Dwi Sapta menghadapi krisis dan menjaga klien hingga berusia 34 tahun seperti Djarum adalah konsisten dengan value. "Kami adaptasi dengan situasi tapi tidak mengubah core value. Kami juga memiliki komitmen pada bisnis dan komitmen pada kualitas," papar Maya, yang menyebutkan agar insan periklanan dapat juga men-support Ad Asia yang bakal digelar di Bali pada tahun 2017--di mana Indonesia terakhir memenangkan bidding Ad Asia pada tahun 1996.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)