FENOMENA KEPOPULERAN COLDPLAY: MENGUAK DAYA TARIK DI BALIK KEPUTUSAN FANATIK

Tiket konser Coldplay sudah di depan mata. Euforia merasakan gempuran musik live dari band favorit memang tak terbantahkan. Tapi, apakah semua orang siap merogoh kocek dalam-dalam demi melihat Chris Martin dan kawan-kawan beraksi di atas panggung? Ternyata, jawabannya beragam.

Seorang penggemar muda mengaku siap melakukan apa saja demi melihat idola favoritnya tampil langsung. Meski hanya mahasiswa dan belum memiliki penghasilan tetap, dia nekat meminjam uang dari platform pinjaman daring demi membeli tiket konser.

Inilah kekuatan sejati dari sebuah band yang berhasil menciptakan loyalitas fanatik dari penggemarnya. Di mata penggemar seperti ini, "duit bisa dicari, tetapi Coldplay cuma ada sekali."

Band seperti Coldplay hanya datang sekali dalam seumur hidup. Mereka telah membuat jejak mereka dalam sejarah musik dan memberikan pengaruh besar pada generasi mendatang. Musik mereka telah menyentuh jutaan orang di seluruh dunia, menciptakan pengalaman yang tidak bisa diukur dengan uang. Uang dapat dicari dan ditemukan, namun kesempatan untuk menyaksikan atau menjadi bagian dari era Coldplay hanyalah sekali seumur hidup.

Namun, tak semua penggemar Coldplay memiliki keberanian serupa. Seorang pria berumur mengaku masih galau apakah akan menggunakan uang untuk menonton konser atau membayar uang sekolah anaknya. Baginya, memastikan kebutuhan dasar keluarga terpenuhi adalah prioritas. Meski begitu, dia masih tergoda untuk membeli tiket konser, menunjukkan kuatnya daya tarik band tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa fenomena cult branding yang dimiliki oleh band-band seperti Coldplay ini memiliki kekuatan luar biasa dalam mempengaruhi perilaku konsumen. Namun, di sisi lain, fenomena ini juga dapat membawa dampak yang tidak selalu positif. Ada resiko individu yang terlalu fanatik pada suatu band atau produk bisa sampai melakukan tindakan yang tidak rasional, seperti meminjam uang hanya untuk membeli tiket konser.

Perilaku seperti ini sebenarnya merupakan hasil dari komodifikasi sosial, di mana seseorang bisa menjadi terlena dengan suatu hal hingga bersedia melakukan apa pun untuk mendapatkannya. Tentu saja, ini bukan sesuatu yang salah dari perspektif industri hiburan. Mereka memang berusaha mencari keuntungan. Namun, lapisan masyarakat dengan beragam kemampuan dan tingkat kesadaran kultural harus dihadapi dengan bijaksana.

Dari sisi lain, orang ingin merasakan pengalaman bertemu dengan idolanya secara langsung. Oleh sebab itu, diharapkan agar masyarakat bisa lebih rasional dalam mengatur perekonomian mereka. Jangan sampai keinginan untuk mendapatkan pengalaman tersebut berakhir menjadi masalah sosial baru.

Kesimpulannya, fenomena ini merupakan bukti betapa kuatnya pengaruh suatu merek atau band dapat memiliki terhadap perilaku konsumennya. Namun, tetap perlu diingat bahwa setiap keputusan harus diambil dengan bijak dan mempertimbangkan dampaknya ke depan. Jadi, sebelum memutuskan untuk meminjam uang demi tiket konser, sebaiknya pikirkan dulu apakah hal tersebut benar-benar layak dan berarti bagi hidup kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)