Hal ini sering ditemukan dalam promosi seperti penawaran terbatas atau peluncuran produk eksklusif. Sebagai contoh, Mixue memanfaatkan FOMO melalui kampanye di media sosial yang menampilkan antrean panjang pelanggan di gerai-gerai mereka, menciptakan persepsi bahwa produk mereka sangat diminati dan konsumen tidak ingin ketinggalan kesempatan untuk menikmatinya (Harwinda et al., 2024).
Contoh lain adalah merek fashion H&M yang secara rutin meluncurkan koleksi kolaborasi dengan desainer terkenal. Koleksi ini sering kali dijual dalam waktu singkat karena permintaan tinggi yang sebagian besar dipicu oleh rasa FOMO di kalangan pelanggan.
Mereka takut kehabisan produk yang hanya tersedia dalam jumlah terbatas, sehingga mendorong mereka untuk membeli secepat mungkin. Fenomena ini juga diperkuat oleh unggahan media sosial yang menunjukkan pelanggan lain berhasil mendapatkan barang dari koleksi tersebut.
Loyalitas pelanggan, di sisi lain, adalah komitmen konsumen untuk terus menggunakan produk atau layanan suatu merek meskipun ada alternatif lain. Hubungan antara FOMO dan loyalitas dapat ditemukan dalam strategi pemasaran seperti program loyalitas berbasis eksklusivitas.
Contohnya adalah Starbucks Rewards, di mana pelanggan setia mendapatkan akses ke minuman eksklusif atau promosi hanya untuk anggota program. Ketika pelanggan merasa bahwa mereka akan kehilangan keuntungan ini jika tidak menjadi bagian dari program, loyalitas mereka terhadap merek semakin kuat (Huseynov & Yıldırım, 2014).
Namun, penggunaan FOMO yang berlebihan dapat merusak loyalitas jika konsumen merasa dimanipulasi secara emosional. Misalnya, promosi diskon yang sering kali ditampilkan sebagai “terakhir” tetapi kemudian terus diperbarui dapat menurunkan kepercayaan pelanggan. Oleh karena itu, perusahaan perlu berhati-hati agar strategi berbasis FOMO tidak merusak hubungan jangka panjang dengan pelanggan (Hayran et al., 2020).
Sebagai tambahan, Apple sering memanfaatkan FOMO saat meluncurkan produk baru seperti iPhone. Peluncuran ini menciptakan antrean panjang di toko fisik dan online, yang memperkuat rasa eksklusivitas. Konsumen yang takut kehilangan kesempatan untuk menjadi yang pertama memiliki produk terbaru sering kali rela mengantre berjam-jam atau bahkan bermalam di depan toko.
FOMO dapat memicu loyalitas ketika digunakan untuk memperkuat hubungan emosional konsumen dengan merek. Misalnya, program loyalitas yang menawarkan hadiah eksklusif atau akses awal ke produk tertentu dapat memanfaatkan rasa FOMO untuk mendorong keterikatan pelanggan. Konsumen yang merasa mereka mendapatkan keuntungan spesial yang tidak dapat dinikmati oleh orang lain cenderung lebih setia kepada merek tersebut. Contohnya adalah Starbucks Rewards, di mana anggota program mendapatkan promosi eksklusif, sehingga mendorong mereka untuk tetap setia membeli dari Starbucks.
Namun, jika FOMO digunakan secara berlebihan atau manipulatif, hal ini dapat merusak loyalitas pelanggan. Konsumen mungkin merasa tidak nyaman atau dimanfaatkan oleh strategi yang terlalu menekan, seperti diskon "terakhir" yang terus diperpanjang atau promosi palsu. Ketika konsumen merasa dikecewakan, mereka dapat kehilangan kepercayaan pada merek, yang justru mengurangi loyalitas.
Penelitian menunjukkan bahwa FOMO sering kali mendorong perilaku impulsif yang dapat meningkatkan frekuensi pembelian dalam jangka pendek. Namun, berdasarkan temuan Harwinda, Aruman & Setyaningtyas (2024) untuk membangun loyalitas jangka panjang, penting bagi merek untuk memberikan nilai nyata dan pengalaman positif yang konsisten (Harwinda et al., 2024). Jika rasa urgensi dari FOMO tidak diimbangi dengan pengalaman pelanggan yang memuaskan, loyalitas dapat berkurang (Hayran et al., 2020).
DAFTAR PUSTAKA:
Harwinda, A., Aruman, A. E., & Setyaningtyas, E. (2024). FOMO's impact on consumer loyalty: Beverage industry study in the social media age. Jurnal Komunikasi: Malaysian Journal of Communication, 40(4), 390–411. https://doi.org/10.17576/JKMJC-2024-4004-22
Hayran, C., Anik, L., & Gürhan-Canli, Z. (2020). A threat to loyalty: Fear of missing out (FOMO) leads to reluctance to repeat current experiences. Plos ONE, 15(4), e0232318. https://doi.org/10.1371/JOURNAL.PONE.0232318
Huseynov, F., & Yıldırım, S. Ö. (2014). Internet users’ attitudes toward business-to-consumer online shopping: A survey. Information Development, 32(3), 452–465. https://doi.org/10.1177/0266666914554812