Riset menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat urban terhadap promosi di media luar ruang mencapai 81%, angka ini hanya dua poin di bawah televisi yang mencapai 83%, dan jauh di atas media online yang mencapai 55%, dan media cetak yang hanya 20%. Bagaimana mengoptimalkan Out of Home media untuk exposure brand Anda?
Masih ingat dengan adegan mesum yang ditayangkan dari videotron di Jakarta Selatan akhir September lalu? Adegan tidak senonoh itu spontan menjadi trending topic di berbagai media sosial. Menurut General Manager Marketing and Communication Alternative Media Group (AMG) Erina Abasari, kasus ini membuktikan bahwa videotron sebagai media luar ruang atau out of home (OOH) punya kekuatan besar menarik perhatian khalayak, bukan semata lantaran menayangkan adegan mesum.
Menurutnya, videotron—berupa bilboard TV atau layar LED yang biasa menyajikan iklan atau promo yang dipasang di tempat keramaian—sejauh ini masih disukai para pemilik brand atau pemasang iklan. Hal ini disebabkan kontennya lebih atraktif berupa motion graphics sehingga membuat iklan yang ditampilkan menarik untuk dilihat.
Kendati channel beriklan makin beragam, terlebih lagi dengan hadirnya smarrtphone, keberadaan media OOH tetap eksis. Selain videotron, saat ini tetap marak dijumpai OOH konvensional yang dipasang di tempat keramaian sebagai alternatif channel branding dan promosi seperti baliho, billboard, spanduk, maupun umbul-umbul,
Malah, menurut Erina, OOH konvensional ini ada kecenderungan makin berkembang di tahun-tahun mendatang seiring dengan kebiasaan masyarakat perkotaan yang lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Perkembangan itu juga dipicu oleh maraknya transportasi massal seperti commuter line dan Transjakarta. “Bisnis media luar ruang mustahil gulung tikar,” tegasnya.
Optimisme tersebut dilandasi oleh belanja iklan (advertisement expenditure) pada OOH yang akan menempati posisi ketiga terbesar setelah televisi dan media cetak pada tahun mendatang. Total belanja iklan pada 2015 mencapai Rp118 triliun, naik dibandingkan 2014 sebesar 115 triliun. Kenaikan serupa diprediksi akan terjadi pada 2016.
"Sekarang tidak semua orang ada di depan TV setiap saat. Mobilitas tinggi. Bagaimana caranya sebuah brand bisa menyampaikan iklan untuk mereka yang di jalan? Tentunya dengan outdoor media," ujar Media Director Nielsen Indonesia Hellen Kathrina.
Hal itu dipertegas melalui riset tentang tingkat konsumsi masyarakat urban dalam melihat promosi dari channel-channel komunikasi brand yang diselenggarakan oleh Brand & Marketing Institute (BMI) Research dan Iconic baru-baru ini. Riset dilakukan terhadap 1.010 responden di Jabodetabek menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat urban terhadap promosi media luar ruang mencapai 81%. Angka ini hanya dua poin di bawah televisi yang mencapai 83%. Sedangkan media online mencapai 55%, dan media cetak hanya 20%.
Dalam riset itu juga terungkap bahwa media luar ruang justru lebih efektif untuk mengenalkan produk dan jasa kepada konsumen dan mempengaruhi keputusan mereka, kendati televisi dan mobile media masih menjadi primadona dengan keunggulan audio visual dan jangkauannya yang luas.
“Kegiatan ekonomi dan bisnis selalu bertumpu pada aktivitas pemasaran dan periklanan di media massa. Meski di era digital saat ini televisi masih jadi media primadona bagi industri untuk mengenalkan produk dan jasa mereka kepada konsumen, namun faktanya iklan di media luar ruang jauh lebih efektif dan efisien,” kata General Manager Iconic Khomeini ketika memaparkan hasil temuan risetnya.
Efektifitas penetrasi OOH tersebut juga didukung fakta bahwa sebagian besar masyarakat di kota besar lebih banyak beraktivitas di luar rumah. Rata-rata mereka melakukan kegiatan di luar rumah lebih dari 10 jam setiap harinya. “Media luar ruang mampu memberikan dampak yang sangat positif dalam mempengaruhi persepsi dan mendorong konsumen di kota besar untuk membeli produk atau pun menggunakan jasa yang iklannya terdapat di berbagai tempat yang tersedia di public area,” ungkap General Manager BMI Research Shandy Dwi Fernandi,
Keunggulan lain adalah biaya beriklan di media luar ruang relatif lebih murah ketimbang beriklan di TVC dan media cetak. Untuk mempengaruhi 1.000 orang melalui iklan luar ruang, katanya, biayanya hanya Rp 2.100, sedangkan biaya beriklan di koran mencapai 83 kali lipat dan televisi 28 kali lipat. “Apalagi tren di perkotaan, 5 dari 10 orang atau sekitar 47% selalu melihat iklan luar ruang,” urai Shandy
Selain videotron, lanjut Irena, ada dua lagi channel media OOH yang banyak dipilih oleh pemilik brand, yakni focus media dan digital frame. Focus media berupa layar LCD yang dipasang di dalam gedung dan diletakkan dekat lift di lantai dasar gedung. Sedangkan digital frame, sama seperti focus media, perbedaannya terletak pada penempatannya, yakni dipasang di dalam lift gedung.
Keduanya—focus media dan digital frame—merupakan solusi alternatif bagi pemasang iklan untuk menargetkan konsumen yang lebih spesifik. Iklan brand ditampilkan di layar LCD di dalam gedung komersil seperti perkantoran, apartemen, rumah sakit, bandara, dan minimarket. Solusi ini menyasar kepada warga perkotaan yang aktivitasnya berlangsung di dalam gedung.
Agar tercapai obyektif branding, sales maupun word of mouth, tentu saja konten yang ditampilkan dalam media OOH harus menarik, unik, dan kreatif. Tidak melulu berupa picture, video, tapi menggabungkan keduanya yang dibumbui motion graphics agar kesannya lebih atraktif. Salah satu konten kreatif yang kini tengah dipromosikan AMG adalah Sketsa Comedy di focus media.
Sketsa Comedy menayangkan adegan lucu berdurasi singkat dan memiliki lebih dari satu cerita. Sketsa Comedy ini bisa dipakai brand untuk beriklan. Model ini, diklaim akan lebih efektif untuk mencapai obyektif brand awareness maupun sales karena pesan (message) brand dikemas dalam cerita lucu sehingga cenderung lebih menarik dan mudah diingat oleh audience. “Konten yang kreatif, menarik, dan unik menjadi syarat utama untuk menciptakan brand awareness, word of mouth, maupun penjualan,” lanjut Irena.
Disinggung soal perubahan konsumsi media yang lebih mengarah pada mobile gadget, dia mengaku tidak khawatir. “Prospek OOH masih cerah dan tidak terpengaruh dengan perkembangan mobile gadget. Malah, keduanya bisa berkolaborasi untuk mendapatkan audience yang lebih besar,” katanya.
Menyiasati pergeseran konsumen ke mobile gadget dilakukan melalui update technology. Salah satunya dengan meluncurkan aplikasi Code Hunter pada tahun lalu oleh AMG, selaku perusahaan yang bergerak di bidang perikanan media luar ruang, untuk mendukung efektifitas focus media, sekaligus implementasi dari kolaborasi OOH dan mobile gadget.
Code Hunter mengajak audience berburu kode unik yang...