Industri Pariwisata Merugi, Dua Inovasi Ini Harus Dipilih Demi Eksis Paska Pandemi

Industri yang paling terdampak pandemi Covid-19 adalah pariwisata beserta elemennya, seperti hotel dan restoran. Merujuk data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), setidaknya kerugian senilai US$ 1,5 miliar atau setara Rp 21 triliun sejak Januari 2020 harus ditanggung industri pariwisata akibat pandemi Covid-19.

Pada sebuah kesempatan, Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani menyebutkan, sejak pandemi dimulai, tingkat hunian kamar hotel atau okupansi hotel klasifikasi bintang rata-rata hanya mencapai kurang dari separuh, 49,2%.

Sementara itu, hingga pekan kedua April 2020, Kemenparekraf mencatat sebanyak 180 destinasi dan 232 desa wisata di Indonesia terpaksa ditutup. Adapun Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat, saat ini setidaknya 1.674 hotel dan 500 restoran di Indonesia sudah berhenti beroperasi.

Diungkapkan Yuswohady, pengamat pemasaran dari Inventure, sektor pariwisata memang yang paling terpukul dengan adanya wabah Covid-19. "Semua destinasi wisata tutup dan sepi pengunjung karena adanya social distancing," ucapnya di sela-sela webinar bertajuk 'Winning the New Normal: Survive, Recovery, Growth Strategy' pada pertengahan Juni ini.

Ada dua inovasi yang dapat dimanfaatkan para pelaku bisnis di industri pariwisata dan hotel agar mampu melewati krisis Covid-19 dan tetap eksis pada era New Normal nanti. Dikatakan Yuswohady, dua inovasi itu adalah Virtual Tourism untuk destinasi wisata dan Staycation untuk sektor perhotelan.

"Peranan inovasi teknologi sangat membantu pariwaisata untuk survive di masa krisis. Vietnam misalnya, telah meluncurkan fitur '360 degrees heritage site' untuk melihat berbagai situs bersejarah Vietnam secara virtual. Faroe Islands yang berlokasi di Denmark bekerja sama dengan Forget Drones besutan Amazon meluncurkan inovasi layanan online virtual tour," ucapnya.

Melalui layanan inovatif seperti itu, dipaparkan Yuswohady, keindahan pulau yang kini diisolasi karena pandemi bisa dilihat secara landscape camera-viewing dilengkapi dengan voice guide. Virtual tour yang ditopang teknologi virtual reality (VR) akan menjadi mainstream di industri pariwisata, mengingat self distancing akan menjadi kenormalan baru, dimana masyarakat akan selalu menghindari kontak fisik dan kerumunan. "Digital experience melalui teknologi VR akan menjadi alternatif yang menjanjikan," yakinnya.

Sementara itu, menurut Yuswohady, ketika lockdown dan physical distancing berakhir, hal yang paling ditunggu-tunggu masyarakat adalah pergi berlibur. Tentu saja, liburan pasca Covid-19 akan sangat berbeda dengan sebelum wabah. Orang akan lebih memilih liburan yang tidak banyak bersentuhan dengan orang lain.

"Itu sebabnya, kami memprediksi tren staycation akan menjadi pilihan. Paket staycation yang dikeluarkan oleh Hotel Trans Luxury dan Hotel Monopoli di saat krisis Covid-19 misalnya, membuat konsumen buy first di saat krisis, walaupun periode penginapannya masih di bulan November 2020," imbuhnya.

Dengan paket yang sangat menarik, menurut Yuswohady, survival innovation ini mencoba menggoda konsumen untuk buy first. Tujuannya jelas, yakni untuk mendapatkan cash sekarang agar perusahaan tetap bisa beroperasi. Sebab, di masa krisis, cash is the king," Yuswohady mengingatkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)