MIX.co.id - Hadir di Netflix pada awal tahun ini, “The Apprentice: ONE Championship Edition” berhasil menjadi salah satu tayangan yang trending di sejumlah negara di Asia, seperti Singapura, Indonesia, Thailand, India, bahkan di beberapa negara Eropa. Serial tanpa naskah yang menantang para kandidat untuk mengasah otak dan otot ini tercatat berada di jajaran top 10 dari platform dengan pelanggan lebih 210 juta di seluruh dunia tersebut.
Mengutip unggahan media sosial CEO dan Chairman ONE Championship, Chatri Sityodtong, serial realitas ini sempat berada di peringkat ketujuh sebagai acara yang paling banyak ditonton saat ini di Indonesia. Di Singapura, acara ini sempat berada di peringkat kedua. Bahkan, “The Apprentice: ONE Championship Edition” juga tengah trending di beberapa negara Asia lain, seperti India dan Thailand serta beberapa negara Eropa.
Salah satu daya tarik dari tayangan ini adalah keterlibatan berbagai CEO ternama dari berbagai industri yang mampu memberi gambaran serta tips tentang apa yang dibutuhkan oleh para pemimpin perusahaan. Mengingat, belakangan ini perkembangan bisnis dan startup (perusahaan rintisan) makin marak.
Sebenarnya, ada banyak pelajaran yang bisa dipetik, dan dihimpun dari 13 episode “The Apprentice: ONE Championship Edition”.
Pelajaran pertama, membaca masalah sebagai peluang. Solusi terbaik untuk berbagai permasalahan dunia kerap datang saat kita bisa membaca masalah yang ada. Ide-ide brilian seperti ojek daring atau video telekonferensi lintas negara mungkin tidak akan muncul jika kemacetan dan pembatasan wilayah tidak terjadi.
Tentu, ini tidak berarti kita harus mensyukuri atau menciptakan masalah. Namun, masalah bisa jadi sumber inspirasi. ONE Championship sendiri lahir karena kegelisahan sang founder karena belum adanya properti media olahraga yang mengglobal dari Asia. Padahal, benua kuning adalah tempat lahirnya banyak seni bela diri.
Di “The Apprentice: ONE Championship Edition”, para kandidat ditantang untuk memecahkan permasalahan yang ada. Di salah satu episode misalnya, mereka harus berinovasi menciptakan produk yang relevan bagi para penggemar yang tak bisa hadir langsung untuk menonton ajang ONE Championship.
Pelajaran kedua, menciptakan pesan yang memantik emosi. Setelah menciptakan produk yang relevan, salah satu tantangan terberat setelahnya adalah cara menyampaikan pesan. Produk atau jasa yang kita ciptakan akan menyasar pembeli yang punya rasa dan emosi. Maka sebagus apa pun hasil akhirnya, cara menyampaikan pesan adalah yang utama.
Tak jarang konsumen membeli barang atau jasa hanya karena tersentuh oleh pesan yang disampaikan. Hal ini pun terjadi dalam salah satu episode, di mana para kandidat diminta untuk membuat sebuah video marketing tentang bagaimana sebuah perusahaan penanam modal membantu para pengusaha skala mikro dan menengah. Video dari salah satu tim berhasil mendapat pujian dari para juri berkat pesan kuat serta interaksi natural dari sang penerima modal tentang bagaimana peran perusahaan membantu kebangkitan usaha mereka.
Di era digital seperti saat ini, pesan yang disampaikan berpotensi menyebar secepat kilat dari satu telepon genggam ke telepon genggam lainnya. Dan tentu ini bisa jadi kesempatan bagi perusahaan rintisan untuk memperkuat posisi dan mencuri hati konsumen.
Pelajaran ketiga, presentasi adalah segalanya. Kita sering mendengar pepatah untuk tidak menilai buku berdasarkan sampulnya. Namun, pada kenyataannya, hal itu tidak selamanya akurat. Dalam konteks startup, sampul buku bisa diartikan sebagai presentasi, baik dalam bentuk verbal ataupun visual. Banyak ide brilian yang tak bisa tereksekusi, karena kurang kuatnya cara penyampaian gagasan. Para investor adalah orang-orang yang sibuk, dan biasanya mereka tak punya banyak waktu untuk mendengarkan presentasi.
Para kandidat di “The Apprentice: ONE Championship Edition”...