Kampanye YYADU! Usung Pesan “Pentingnya Waste Management”

PT Trinseo Materials Indonesia mulai mengkampanyekan “Yok Yok Ayok Daur Ulang!” (YYADU!). Kampanye ini merupakan program inisiasi daur ulang keberlanjutan yang didukung oleh Kemasan Group. Salah satu bentuk kampanye edukasi YYADU! adalah menggelar webinar bertajuk “Apakah Single-Use Plastic Ban Merupakan Solusi dari Masalah Lingkungan di Indonesia?”

Webinar edukasi ini dipandu oleh Hanggara Sukandar, Sustainability Director dari Responsible Care Indonesia. Hadir juga pembicara lainnya Doktor Jessica Hanafi, seorang pakar teknis ISO (International Organization of Standardization) yang juga Advisory Committee untuk UN Environment Life Cycle Initiative untuk Social LCA; Dr. Kardiana Dewi, Sp.KK, praktisi medis; Wahyudi Sulistya, Direktur Kemasan Group; dan Prispolly Lengkong, Ketua Umum Ikatan Pemulung Indonesia.

“Kebijakan ini (regulasi pelarangan penggunaan plastik sekali pakai untuk kantong berbelanja di DKI Jakarta) tentu saja akan berdampak pada aspek lain, seperti tenaga kerja. Setidaknya lebih dari 170 ribu orang yang bekerja di industri plastik di Indonesia akan terkena dampaknya jika mentalitas ‘pelarangan’ seperti ini terus dibudayakan,” ujar Wahyudi.

Lebih jauh ia menegaskan, tas bungkusan pengganti yang saat ini menjadi opsi dan banyak digunakan untuk bungkusan, seperti spunbound ataupun paper bag, juga memiliki lapisan plastik Polypropylene atau PP. “Yang membuat itu water-proof kan lapisan plastiknya,” tegasnya.

Bahkan, masker surgical seperti 3Ply saja memiliki lapisan plastik. Dapat dibayangkan, tidak mungkin melarang penggunaan single-use plastic, padahal lapisan plastic sangat dibutuhkan sehari-hari, apalagi di tengah pandemi.

“Jika perhatian pemerintah dan masyarakat ada pada sampah single-use plastic, harusnya sampah masker juga menjadi perhatian, yang sekarang sudah menumpuk. Artinya, memang solusinya tidak bisa kita larang plastiknya, melainkan waste management yang menajdi masalah selama ini,” yakinnya.

Ditambahkan Prispolly, profesi pemulung juga menjadi salah satu subjek yang terkena dampak negatif dari kebijakan tersebut. “Setidaknya ada 3 juta lebih pemulung, belum termasuk keluarganya, yang akan terdampak dengan diberlakukannya kebijakan larangan single-use plastic. Sampah plastik memiliki nilai ekonomi yang tinggi, terutama bagi profesi kami. Karena, sampah tersebut kami pilah dan bisa kami jual kembali dan didaur ulang kembali menjadi benda-benda yang dapat bermanfaat, termasuk menjadi plastik lagi,” ceritanya.

Sementara itu, dr. Kardiana menjelaskan tentang karakter cross contamination Covid-19. Selain itu, ia menerangkan bahwa di dunia medis, penggunaan single-use disarankan untuk menjaga higienitas di tengah pandemik ini agar meminimalisir resiko terpapar virus. Ia memberikan juga contoh keseharian petugas medis yang mayoritas menggunakan alat single-use, termasuk juga APD (Alat Pelindung Diri) dan single-use surgical mask yang menjadi sangat krusial di masa pandemi.

Diakui Wahyudi, terjadi peningkatan dari permintaan kemasan single-use PS Foam. Hal ini berkaitan dengan regulasi PSBB (Pembatasan Sosial Beskala Besar) dan larangan makan di tempat, sehingga makanan pesan-antar menjadi pilihan. “Dan, PS Foam merupakan kemasan makanan yang secara fungsi memang dapat menjaga ketahanan suhu makanan dingin dan panas, sehingga makanan dari restoran bisa sampai ke tangan konsumen di rumah dengan kualitas yang baik. Selain itu, faktor higienitas dan kekhawatiran masyarakat juga dinilai dapat menjadi kontributor dari meningkatnya permintaan ini,” katanya.

Dipaparkan Doktor Jessica Hanafi, solusi dari masalah sampah lingkungan bukanlah pelarangan, melainkan waste management. “Sudah seharusnya terdapat tata kelola sampah yang baik dari hulu ke hilir. Ini bisa dicapai melalui kerja sama yang sinergis antara masyarakat, pemerintah, dan swasta,” sarannya.

“Seharusnya TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sudah tidak ada lagi. “Kita harus punya mindset dan perencanaan tata kelola sampah yang terintegrasi. Sebagai contoh, saat ini IPI juga memiliki program waste management, yakni Kawasan Industri Pemulung (KIP) dan Kawasan Usaha Pemulung (KUP),” ucap Prispolly.

Saat ini, program waste management IPI sudah berkontribusi dalam pengurangan sampah di TPST Bantar Gebang DKI Jakarta, dari 3.800 ton per hari menjadi 2.063 ton. “Jika IPI bisa berkontribusi untuk pengelolaan sampah TPST, harusnya pemerintah, masyarakat, dan swasta juga bisa membuat program yang lebih baik untuk penanganan masalah sampah,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)