Pandemi Virus Corona atau Covid-19 tak hanya berdampak pada ekonomi. Namun, wabah Covid-19 telah memicu perubahan perilaku konsumen di Indonesia dalam mengkonsumsi media. Saat pertama kali Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan penemuan kasus pertama Covid-19 pada 2 Maret 2020 lalu, belum terlihat perubahan yang signifikan pada pola konsumsi media.
Namun, semakin intensnya pemberitaan membuat masyarakat mulai memantau setiap perkembangan terkait Covid-19 melalui berbagai media, salah satunya televisi. Studi Nielsen Television Audience Measurement (TAM) di 11 kota menunjukkan bahwa rata-rata kepemirsaan TV mulai meningkat dalam seminggu terakhir. Dari rata-rata rating 12 persen pada 11 Maret menjadi 13,8 persen pada 18 Maret atau setara dengan penambahan sekitar 1 juta pemirsa TV.
Durasi menonton TV pun mengalami lonjakan lebih dari 40 menit, dari rata-rata 4 jam 48 menit pada 11 Maret menjadi 5 jam 29 menit pada 18 Maret. Penonton dari Kelas Atas (Upper Class) ternyata menunjukkan kecenderungan lebih lama menonton televisi sejak 14 Maret dan jumlahnya juga terus meningkat. Peningkatan ini terlihat dari rata-rata rating 11,2 persen pada 11 Maret menjadi 13 7 persen pada 18 Maret.
Menurut Hellen Katherina, Executive Director Media Nielsen (Indonesia), maraknya pemberitaan di sejumlah stasiun televisi terkait Covid-19 pada sepanjang periode 1-18 Maret telah berkontribusi pada kenaikan kepemirsaan program berita. "Kepemirsaan televisi terhadap Program Berita naik signifikan (+25%), terutama pada penonton Kelas Atas. Kenaikan juga terlihat pada Program Anak-anak dan Series," ucapnya.
Selain itu, kebijakan tinggal di rumah untuk mencegah penyebaran Covid-19 yang diterapkan sejak pertengahan Maret juga mempengaruhi kepemirsaan televisi. Segmen pemirsa Anak (usia 5-9 tahun) meningkat signifikan, dari rata-rata rating 12 persen menjadi 15,8 persen pada 18 Maret. Bahkan, di Jakarta, kepemirsaan di segmen ini mencapai rating tertinggi, yaitu 16,2 persen.
Studi Nielsen Advertising Intelligence (Ad Intel) juga memperlihatkan bahwa sepanjang bulan Maret, frekuensi iklan di televisi meningkat secara signifikan untuk beberapa produk terkait kesehatan. Antara lain, produk pencegah penyakit seperti vitamin dan suplemen serta penyembuh penyakit seperti obat batuk.
Sejalan dengan meningkatnya kasus Covid-19, isu kesehatan menjadi perhatian bagi masyarakat. Ini mendorong para pelaku industri, khususnya terkait vitamin dan obat-obatan, menangkap peluang untuk meningkatkan penjualan produk mereka. Di antaranya, dengan cara menambah spot dan anggaran beriklan, baik di media elektronik seperti televisi maupun media digital," lanjut Hellen.
Di awal Maret misalnya, kategori Vitamin menayangkan 300 spot iklan per hari, sementara pada 18 Maret iklan kategori produk ini tayang 601 spot per hari dengan total belanja iklan mencapai Rp 15,3 miliar per hari. Hal serupa juga terjadi pada kategori Obat Batuk, yang menayangkan kurang dari 50 spot iklan di awal Maret dan meningkat menjadi 180 spot pada 18 Maret, dengan total belanja iklan Rp 5,6 miliar per hari.
Selain di televisi, kategori produk Vitamin dan Suplemen juga meningkatkan belanja iklan mereka di media digital. Merujuk studi Nielsen di Top 200 situs lokal, kedua kategori produk tersebut menggelontorkan total belanja iklan lebih dari Rp 20 miliar pada minggu kedua di bulan Maret. Itu artinya, naik signifikan, karena belanja iklan kedua kategori itu pada minggu kedua Februari hanya Rp 6 miliar.