Adapun cara pembelanja mengakses Harbolnas, mayoritas (76%) mengaku mengaksesnya hanya melalui platform aplikasi, 22% mengaku mengaksesnya melalui aplikasi dan browser, dan 2% mengakses hanya melalui browser. Sementara itu, 95% mengaku menggunakan smartphone untuk berbelanja selama Harbolnas 2021, sedangkan sisanya menggunakan laptop.
Fakta menarik lainnya, Harbolnas juga mampu mendorong orang untuk menjadi entrepreneur. Hal itu dibuktikan dengan munculnya 6% online seller baru pada Harbolnas 2021.
Seiring dengan bertumbuhnya penjualan produk lokal pada masa Harbolnas 2021, yang naik Rp 2,9 triliun jika dibandingkan Harbolnas tahun lalu, diakui Rusdy, awareness tentang kampanye “Bangga Buatan Indonesia” juga ikut meningkat 17% dibandingkan pada Harbolnas 2020. Bahkan, 65% pembelanja Harbolnas 2021 mengaku aware dan dapat me-recall kampanye “Bangga Buatan Indonesia”. Kampanye itu dipersepsi dapat mendorong dan menarik mereka untuk berbelanja produk lokal.
Lantas, seperti apa profil pembelanja Harbolnas 2021? Diterangkan Rusdy, dari sisi status ekonomi sosial (SES), maka pembelanja Harbolnas 2021 didominasi oleh kelas menengah atas, yakni SES A (37%) dan SES B (32%). Untuk usia, mayoritas pada usia 15 hingga 34 tahun, di mana usia 15-24 tahun (34%), 24-34 tahun (32%), 35-44 tahun (19%), dan 45 tahun ke atas (15%). “Porsi pembelanja pria dan wanita seimbang, masing-masing 50%,” lanjutnya.
Selain itu, mayoritas atau 97% para pembelanja Habolnas 2021 adalah juga pembelanja online yang reguler atau rutin berbelanja online serta yang pernah berbelanja di Harbolnas tahun-tahun sebelumnya. Hanya 3% yang mengaku baru pertama kali berbelanja online pada saat Harbolnas. Hal ini sejalan dengan tingkat awarness masyarakat akan Harbolnas 2021 yang telah mencapai 89%. Bahkan, mereka telah mengatahui Harbolnas sejak seminggu sebelumnya.