Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) menggelar program edukasi kesehatan "Aneurysm Awareness Month" pada hari ini (16/9) secara virtual. Isu disajikan lantaran masih banyak masyarakat yang belum memahami aneurisma otak. Sementara itu, diperkirakan sekitar 500.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit aneurysm otak.
Aneurisma otak merupakan kondisi di mana dinding pembuluh darah otak melebar atau menonjol (ballooning) akibat lemahnya dinding pembuluh darah tersebut. Jika aneurisma ini pecah, maka dapat mengakibatkan kondisi fatal, yaitu perdarahan otak (subarachnoid) dan kerusakan otak. Pecahnya aneurisma ini diperkirakan dialami oleh 1 orang setiap 18 menit.
Aneurisma otak dapat terjadi pada siapa saja, dan umumnya sebelum pecah aneurisma tidak bergejala, sehingga dianjurkan untuk melakukan brain check- up secara rutin. Beberapa orang terkenal pernah mengalami pecah aneurisma otak diantaranya, Sharon Stone, Emilia Clarke (Game of Throne), Dr. Dre, Neil Young.
“Selain meningkatkan awareness masyarakat akan aneurisma otak ini, kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia juga harus ditingkatkan agar dapat mendeteksi dini, melakukan edukasi pencegahan, dan penanganan komprehensif aneurisma, terutama pada penderita yang telah mengalami pecahnya aneurisma otak, atau akan lebih baik bila dapat ditangani sebelum aneurisma tersebut pecah," papar dr. Abrar Arham, SpBS, pada acara diskusi kesehatan yang digelar Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, hari ini (16/9), secara virtual.
Saat ini, PON menangani sekitar 100 kasus aneurisma otak setiap tahunnya. “Penanganan kasus aneurisma otak ini membutuhkan kolaborasi multidisiplin dan melibatkan dokter bedah saraf, neurointervensionist, neurologist, intensivist, dan lain sebagainya. Di samping itu, diperlukan berbagai peralatan dan fasilitas penunjang yang memadai dan mutakhir agar dapat menangani kasus aneurisma otak dengan tingkat keberhasilan yang cukup baik,” imbuhnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, penanganan aneurisma dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain operasi bedah mikro (clipping aneurisma) atau dengan teknik minimal invasif endovaskular (coiling aneurisma). Untuk mengevaluasi secara detail kelainan pembuluh darah otak ini, seringkali dibutuhkan pemeriksaan DSA (Digital Subtraction Angiography), yang hasilnya dapat membantu menentukan jenis terapi terbaik untuk menangani kasus aneurisma ini.
Sementara itu, teknologi minimal invasif (endovaskular) untuk tatalaksana aneurisma sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu perkembangan terkini, yaitu pemasangan Cerebral Flow Diverter untuk pengobatan aneurisma, yang angka keberhasilannya sangat tinggi (hingga 95%). Metode ini sudah mulai diterapkan di rumah sakit PON dalam beberapa tahun ke belakang.
Sejumlah keunggulan dari teknologi ini adalah prosedur relatif cepat, pasca-tindakan tidak perlu perawatan ICU, mengurangi lamanya rawat inap, lebih nyaman untuk pasien, dan tidak ada luka sayatan
“Dengan hadirnya Aneurysm Awareness Month ini, kami berharap masyarakat lebih aware akan penyakit ini dan mau melakukan pemeriksaan brain check-up secara rutin. Dengan semikian, kasus-kasus aneurisma otak di Indonesia dapat ditangani sebelum pecah dan membantu mencegah kecacatan dan kematian akibat penyakit ini," pungkasnya.