Pertumbuhan data center di Indonesia telah meningkat dua kali lipat sepanjang periode 2015-2018. Demikian studi yang dirilis Ipsos Business Consulting. Pertumbuhan tersebut dipicu oleh mulai tingginya kesadaran perusahaan dalam mengelola data serta terus meningkatnya solusi hybrid cloud yang menawarkan fleksibilitas dalam pengelolaan data yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan kapasitas dan anggaran perusahaan.
Schneider Electric, perusahaan global yang menawarkan layanan pengelolaan energi dan otomasi, menyadari tren data center yang sedang terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, Schneider memutuskan untuk mengambil peran dalam membangun ekosistem data center di Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan menggelar program “Innovation Day 2019” pada 4-5 April 2019 di Jakarta.
Mengusung tema “Powering and Digitizing the Economy”, program “Innovation Day 2019” dihadiri oleh para pelaku industri dan ahli Teknologi Informasi dari berbagai perusahaan. Pada kesempatan itu, digelar juga takshow dengan pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Schneider Electric, dan BRI yang merupakan salah satu perusahaan yang telah memanfaatkan layanan Schneider Electric.
Diungkapkan Xavier Denoly, Country President Schneider Electric Indonesia, “Saat ini industri tengah menghadapi gelombang internet berikutnya atau Internet of Things yang tidak hanya menghubungkan antar manusia, namun juga manusia dengan perangkat atau mesin serta perangkat dengan perangkat.”
Lebih lanjut ia memperkirakan, 5 miliar orang akan terkoneksi dengan 30-50 miliar benda dan mesin. Secara tidak langsung dapat dikatakan 10x lebih banyak perangkat yang terhubung secara bertahap daripada orang yang terhubung pada tahun 20201 mendatang.
“Lonjakan big data dan konsumsi energi akan semakin besar dan dibutuhkan strategi pengelolaan yang dapat mengubah data menjadi informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan bisnis yang lebih tepat sasaran, dengan strategi pengelolaan energi yang berdampak langsung pada efisiensi biaya operasional dan peningkatan produktivitas,” kata Xavier.
Hal senada dituturkan Meiditomo Sutyarjoko, Executive Vice President Satellite & Telecommunication Network PT Bank Rakyat Indonesia. Sebagai perbankan yang telah berusia 123 tahun, BRI tentu saja memiliki big data yang harus dikelola maupun dianalisis. Sementara itu, dengan cabang BRI yang tersebar hingga seluruh pelosok Indonesia, BRI harus mengeluarkan anggaran jaringan komunikasi Rp 500 miliar per tahunnya. Belum lagi, jumlah data yang terus naik hingga empat kali lipat.
“Saat ini, BRI ada di 25 ribu titik di seluruh indonesia. Lebih dari 100 ribu adalah active device. Karena lokasi kami banyak di remote, maka tantangannya ada pada tata kelola data yang baik. Untuk itu, dengan big data yang dimiliki, ke depannya, arah BRI akan smart management. Dan, target kami adalah efesiensi 40% dari data center,” tutur Meiditomo.
Sementara itu, diterangkan Bambang Dwi Anggono, Plt. Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia-Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, pemerintah sudah bergerak cukup jauh. Salah satu buktinya, semua pemerintahan sudah pakai TI. Bahkan, dalam dua tahun terakhir, beberapa layanan pemerintah didorong untuk bekerja sama dengan dunia usaha dalam memberikan layanan publik. Contohnya, di daerah Jawa Barat, untuk layanan membayar pajak kendaraan bermotor, sudah bisa dilakukan di Tokopedia dan Bukalapak.
“Hanya saja, di tingkat desa memang ada yang belum memanfaatkan TI. Sebab, kendalanya adalah listrik yang memang belum menjangkau hingga desa terpencil dan tertinggal. Inilah yang harus dicari solusi bersama,” akunya.
Tahun 2020, pemerintah berharap, merdeka sinyal dapat terwujud. Dengan demikian, semua orang dapat mengakses semua layanan digital. “Namun, dengan catatan, masalah listrik harus dicarikan solusinya,” tandas Bambang, yang menyebutkan bahwa akan ada lonjakan data yang sangat besar ke depannya, karena tahun 2022 diprediksi akan ada 230 juta pengguna internet di Indonesia.
Sejatinya, perusahaan perlu mengenali kebutuhan pengelolaan data yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik bisnisnya. Perusahaan yang tidak memiliki banyak cabang bisa saja cukup dengan data center on premise yang tersentralisasi di kantor pusat dan cloud. Namun, perusahaan seperti retail, perbankan, maupun institusi pemerintahan yang memiliki banyak kantor di daerah perlu mengombinasikan antara centralized data center on premise, local edge data center, dan cloud untuk memastikan kelancaran arus lalu lintas data dan menghindari latensi data.
Yana Achmad Haikal, Vice President of Secure Power Division Schneider Electric Indonesia, menerangkan, “Tantangan selanjutnya bagi perusahaan setelah mengenali kebutuhan pengelolaan datanya adalah memastikan ketahanan dan keberlangsungan operasional di dalam ekosistem data center yang semakin kompleks dengan strategi pengelolaan energi yang lebih andal dan efisien dalam satu platform.”
Kegiatan operasional Data Center membutuhkan pemantauan 24/7 mulai dari pasokan listrik, pengaturan suhu, dan kelembaban udara, hingga identifikasi potensi kerusakan perangkat. “Dengan EcoStruxure IT dari Schneider Electric, arsitektur terbuka berbasis IoT (Internet of Thing) untuk manajemen data center, perusahaan dapat mengoptimalkan kinerja infrastruktur dan mengurangi resiko,” lanjut Yana.
Platform EcoStruxure IT dari Schneider Electric, urai Yana, telah memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence dan machine learning yang memungkinkan konsolidasi data dari berbagai aset infrastruktur data center di pusat cloud dan memberikan analisa prediktif dan proaktif untuk pengambilan keputusan secara real time. Informasi dapat diakses dari jarak jauh melalui telepon genggam maupun PC, sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan secara real time dan meningkatkan produktivitas staf TI.
“Sektor Data Center merupakan salah satu dari empat sektor yang menjadi fokus Schneider Electric di Indonesia selain sektor bangunan, industri, dan infrastruktur. 80% pelanggan korporasi kami di segmen data center telah memanfaatkan EcoStruxure IT. Di sektor perbankan, Bank Exim dan Bank BRI merupakan salah satu contoh pelanggan kami yang menerapkan EcoStruxure IT untuk pengelolaan data centernya. Dengan EcoStruxure IT, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi energi hingga 30%, meningkatkan pengelolaan infrastruktur dan mengurangi risiko kendala listrik hingga 30%, serta menurunkan biaya operasional hingga 20%,” Yana menutup.