Shoppertainment Jadi Tren, Apa yang Harus Dilakukan Pemasar?

MIX.co.id - Studi “Shoppertainment 2024: The Future of Consumer & Commerce here in APAC” yang dirilis TikTok menyebutkan bahwa peluang bisnis dari Shoppertainment global mencapai $1 triliun pada 2025 mendatang. Dari total nilai bisnis tersebut, Indonesia diperkirakan berkontribusi sebesar 27%.

Dikatakan Sitaresti Astarini, Head of Business Marketing TikTok Indonesia, pada hari ini (30/1), di Jakarta, Shoppertainment adalah Perdagangan berbasis content (content driven-commerce) yang memadukan hiburan dan edukasi.

Menurutnya, ada tiga perilaku yang harus diperhatikan pemasar atau pemilik merek terkait tren Shoppertainment di Indonesia. Pertama, Consider yang merupakan tahapan konsumen dalam mempertimbangkan produk apa yang akan mereka beli.

“Konsumen Indonesia lebih mempercayai intuisi saat menentukan apakah produk itu cocok dengan mereka atau tidak, tanpa perlu mencari informasi lebih lanjut. Laporan ini menunjukkan, konsumen di Indonesia lebih mungkin 2 kali lipat untuk membuat keputusan belanja secara intuitif, dibandingkan mereka yang jarang belanja di platform sosial atau hiburan,” urainya.

Bahkan, 59% konsumen Indonesia justru dipengaruhi oleh konten non-promosi. Mereka lebih suka membuat keputusan intuitif dengan secara aktif mencari informasi untuk menilai kualitas produk. Hanya 41% konsumen di Indonesia yang terpengaruh oleh konten promosi sebelum memutuskan untuk membeli.

Hal itu diperkuat dengan hasil studi ini yang menyebutkan sebagian besar konsumen di Indonesia (93%) mencari platform belanja yang berbasis kontendalam 1-2 tahun ke depan, di mana mereka bisa menemukan, mempertimbangkan, dan membeli produk di satu platform.

Kedua, Consume, di mana konsumen Indonesia justru effortless dalam melakukan pencarian informasi melalui mesin pencarian Tradisional. Tak heran, jika konten video di platform seperti TikTok pun menjadi cara bagi konsumen untuk mencari produk secara rutin, di mana 2,5 kali lebih banyak orang yang memanfaatkan platform video, dibandingkan menemukan produk lewat mesin pencarian tradisional.

Selain itu, sebanyak 77% konsumen di Indonesia juga secara rutin mencari produk di platform sosial dan hiburan online. Tidak hanya konten video, konsumen Indonesia juga 1,4 kali lebih mungkin untuk berpartisipasi di live shopping, baik di TV ataupun online, dibandingkan konsumen lainnya di Asia Pasifik.

Ketiga, Connect yang merupakan tahapan dalam membangun engagement antara merek dan konsumen. Pada tahap ini, Menurutnya, dibutuhkan konten kolaboratif yang melibatkan komunitas. “Sebanyak 45% konsumen di Indonesia ternyata dipengaruhi oleh komunitas konten (content community). Mereka cenderung merayakan dan membagikan brand maupun produk yang mereka sukai atau mereka lihat, mewujudkan semangat ‘gotong royong’ khas Indonesia untuk membantu satu sama lain (Alturistic Sharings),” ia menerangkan.

Selain itu, 81% konsumen Indonesia membuat konten dengan cara yang 'mengalir' atau interaktif dengan mengikuti tren dari para kreator, serta mendorong pengguna lainnya agar berkontribusi di kolom komentar, like, dan lainnya. “Hal ini juga terlihat dari para pengguna di TikTok yang ingin saling terhubung, berinteraksi, dan mempengaruhi keputusan pemilihan brand atau produk,” lanjutnya.

Oleh karena itu, Sitaresti menegaskan, brand lokal tidak bisa lagi hanya mengandalkan pendekatan tradisional. Strategi Shoppertainment yang sukses memerlukan kombinasi konten informatif, pengalaman berbelanja yang mudah atau seamless, dan keterlibatan konsumen yang aktif melalui komunitas dan konten kreator.

“Dengan beradaptasi terhadap tren-tren ini, memungkinkan brand untuk dapat terhubung dengan generasi pembeli yang percaya diri dalam menemukan dan membeli produk sambil mereka menikmati hingga ikut membuat konten mengenai brand tersebut,” ucapnya.

Hasil studi tersebut diperkuat dengan preferensi pelanggan brand shampo lokal Kelaya. "Konsumen Kelaya sangat menyukai konten-konten video yang informatif. Hal ini membuat kami menjadi lebih gencar untuk memberikan edukasi perawatan rambut dengan berkolaborasi langsung bersama dokter sebagai ahli di bidangnya. Selain itu, kami juga terus memberikan informasi seputar kualitas dan kandungan produk kami sehingga membangun kepercayaan dan loyalitas konsumen terhadap keaslian dan keterjaminan produk Kelaya ini hingga mendorong mereka untuk membeli produk kami," terang Ardian Faisal Akbar, Founder & CEO Kelaya.

Sementara itu, HEYLOOK, brand UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) fashion dari Tangerang, sejak Maret 2022, telah membentuk komunitas di TikTok melalui konten kreatif yang menampilkan produk-produk mereka yang penuh gaya. "Perilaku tren konsumen di Indonesia yang sangat kuat dalam komunitas konten, menjadi peluang emas bagi kami untuk mengoptimalkan bisnis di TikTok. Ke depannya, kami melihat bagaimana sesama kreator bisa saling mempengaruhi. Oleh karena itu, kami ingin berkolaborasi dengan kreator, bukan hanya untuk mengulas, tapi juga menciptakan produk bersama," pungkas Hikma Sukmawati, Owner HEYLOOK.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)