MEREK DUNIA MENJADI LOKAL, LOKAL MENJADI GLOBAL: STRATEGI AUTENTISITAS DAN ADAPTASI GLOBAL

Dalam ranah merek, terjadi fenomena menarik: merek asing meniru produk lokal, sementara merek lokal mengikuti jejak internasional. sebuah strategi cerdik untuk menangkap hati konsumen yang semakin menghargai keautentikan dan diversitas?

.

.

Dalam ranah merek, sebuah fenomena menarik terjadi ketika merek asing menampilkan diri sebagai produk lokal, sementara merek lokal memoles diri agar terlihat asing. Strategi ini adalah upaya merebut hati konsumen yang kian canggih dan variatif dalam memilih.

Merek global seperti McDonald's mengadopsi menu lokal di berbagai negara—McAloo Tikki di India, atau Bubur Ayam di Malaysia—membuat konsumen merasa bahwa merek asing ini memahami dan menghormati selera dan budaya setempat.

Di sisi lain, merek lokal seperti Superdry dari Inggris mengusung estetika Jepang untuk menarik pasar yang menganggap gaya Asia timur sebagai lambang modernitas dan kekinian, meskipun merek tersebut tidak memiliki hubungan langsung dengan Jepang.

Contoh lain adalah bagaimana beberapa merek otomotif Korea dan Jepang, seperti Hyundai dan Toyota, mengubah desain dan fitur mobil mereka untuk pasar Amerika agar tampak lebih sesuai dengan selera lokal Amerika, seraya tetap mempertahankan ciri khas dan kualitas yang membuat merek tersebut dihargai secara internasional.

Merek asing yang "terlocalisasi" sering kali menangkap esensi budaya setempat demi penerimaan pasar, namun bisa mengorbankan diferensiasi global yang merupakan kekuatan utamanya. Di sisi lain, merek lokal yang "terasingkan" berjuang mengatasi stigma kualitas domestik, mencapai status global dengan merangkul elemen asing dalam branding mereka.

Namun, bisa jadi strategi baik “lokalisasi” dan “terasingkan” berisiko tinggi. Merek lokal yang berpura-pura asing mungkin kehilangan autentisitas mereka, sebuah aset tak ternilai dalam era di mana keaslian dihargai.

Sebuah toko kue lokal yang berada di sebuah kota kecil. Selama bertahun-tahun, toko kue ini telah menjadi favorit di antara penduduk setempat karena mereka menawarkan produk-produk kue tradisional yang lezat dan unik. Namun, belakangan ini, pemilik toko kue tersebut memutuskan untuk merubah citra toko mereka agar terlihat lebih "modern" dan "internasional".

Mereka mengubah nama toko menjadi sesuatu yang terdengar lebih asing dan mengadopsi desain interior yang mirip dengan toko-toko kue dari luar negeri. Selain itu, mereka juga mulai menawarkan jenis kue-kue yang lebih umum ditemui di toko-toko kue internasional, seperti cupcakes dan macarons.

Meskipun upaya ini mungkin berhasil menarik perhatian sebagian pelanggan yang menginginkan pengalaman baru dan terlihat lebih "trendi", namun bagi pelanggan setia yang telah lama menyukai toko kue tersebut karena keaslian dan cita rasa tradisionalnya, perubahan ini bisa mengurangi daya tarik toko kue tersebut.

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)