EVOLUSI PRAKTIK PEMASARAN: DARI TRADISIONAL KE STRATEGI BERKELANJUTAN

Transformasi praktik pemasaran menunjukkan pergeseran dari pendekatan tradisional yang fokus pada produksi massal menjadi strategi yang lebih berkelanjutan dan responsif terhadap kebutuhan konsumen modern.

.

.

Praktik pemasaran telah mengalami transformasi yang signifikan sejak masa perkenalannya hingga kini. Perubahan paradigma ini tidak hanya menggambarkan pergeseran konsep namun juga menandai adaptasi terhadap dinamika ekonomi, sosial, dan teknologi yang berlangsung. Konsep pemasaran yang awalnya sederhana dan langsung kini telah berkembang menjadi lebih kompleks dan terintegrasi, mencerminkan pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan.

Pada awalnya, konsep produksi mendominasi dengan anggapan bahwa konsumen cenderung memilih produk yang tersedia dan terjangkau. Praktik ini menekankan pada efisiensi produksi dan penekanan biaya untuk menciptakan produk massal yang dapat dijual dengan harga yang rendah. Namun, pendekatan ini sering mengesampingkan kebutuhan dan keinginan konsumen yang lebih spesifik (Kotler & Keller, 2016).

Sebagai contoh merek lokal, Batik Keris di Indonesia telah mengadaptasi konsep produksi dengan efisien, menggabungkan teknik produksi tradisional dengan strategi pemasaran modern untuk memenuhi permintaan pasar yang luas. Di sisi lain, Ford Motor Company secara global dikenal dengan lini perakitan yang efisien yang merevolusi konsep produksi massal, menciptakan mobil yang terjangkau dan andal pada masanya (Bryan, 1999).

Selanjutnya, muncul konsep produk yang lebih memperhatikan inovasi dan kualitas sebagai cara untuk membedakan penawaran pasar dan menciptakan nilai tambah bagi konsumen. Pendekatan ini berpotensi mengarahkan perusahaan untuk menciptakan produk yang unggul secara teknis namun belum tentu sesuai dengan kebutuhan pasar (Whittington, 2002). Apple Inc., sebagai contoh global, telah berhasil menerapkan konsep ini dengan menciptakan produk seperti iPhone dan MacBook yang tidak hanya memenuhi kebutuhan fungsional tetapi juga menetapkan standar baru dalam estetika dan pengalaman pengguna (Kotler & Keller, 2016).

Perkembangan selanjutnya mengarah pada konsep penjualan yang mengedepankan strategi promosi agresif untuk mendorong penjualan produk yang telah ada, sering kali tanpa memperhatikan kepuasan konsumen jangka panjang (Jarzabkowski et al., 2007). Dalam konteks lokal, Silver Queen di Indonesia telah menggunakan pendekatan ini untuk mempromosikan cokelatnya yang lezat dan terjangkau dengan inovasi produk yang menarik.

Dalam perkembangan terakhir, konsep pemasaran holistik dan pemasaran hijau/berkelanjutan menjadi pendekatan yang lebih inklusif dan bertanggung jawab. Pendekatan holistik memperluas cakupan pemasaran untuk mencakup aspek hubungan, komunikasi internal, dan tanggung jawab sosial, sementara pemasaran berkelanjutan menekankan pada perlunya menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan (Blythe, 2005).

Green Rebel, sebagai merek makanan dan minuman vegan, menunjukkan bagaimana pendekatan pemasaran holistik dan berkelanjutan dapat menghasilkan bisnis yang sukses dan bertanggung jawab. Produk-produknya yang terbuat dari bahan nabati dan ramah lingkungan serta aktif dalam edukasi tentang veganisme dan gaya hidup berkelanjutan adalah contoh pemasaran yang bertanggung jawab sosial.

Praktik pemasaran masa kini dihadapkan pada tantangan baru yang ditimbulkan oleh era digital dan kesadaran akan isu-isu berkelanjutan. Pemasar perlu mengevaluasi secara kritis pendekatan mereka dan bersiap untuk mengadopsi teknologi baru, memahami preferensi konsumen yang berubah, dan merespons secara proaktif terhadap tantangan lingkungan dan sosial (Whittington, 2002).

Dengan mempertimbangkan masa depan, praktisi pemasaran perlu lebih fleksibel dan mampu beradaptasi dengan perubahan pasar. Perubahan ini menandai evolusi yang lebih luas dalam peran pemasaran dalam bisnis dan masyarakat secara keseluruhan, menjadikan pemasar sebagai pembangun hubungan, komunikator, inovator, dan wakil perusahaan yang bertanggung jawab sosial (Jarzabkowski et al., 2007).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)