Inilah wajah baru PR internal: manusiawi, partisipatif, dan bermakna. Komunikasi bukan lagi instrumen kendali, tetapi alat untuk membangun komunitas.
Shen dan Jiang (2022) mengajak kita merenungkan hal ini lebih jauh. "Ketika organisasi membangun komunitas internal, mereka tidak hanya berbicara kepada karyawan, mereka menciptakan ruang bagi karyawan untuk berbicara satu sama lain,” tulis mereka dalam Journal of Public Relations Research. Mereka menekankan pentingnya solidaritas yang tumbuh dari interaksi sukarela, rasa percaya, dan tujuan bersama.
Dalam kerangka ini, PR internal menjadi fasilitator dialog, bukan hanya penyampai pesan. Seorang praktisi senior berkata:
“Tugas kami bukan membuat semua orang sepakat, tapi menciptakan ruang agar setiap suara punya tempat.”
Maka, tidak berlebihan jika kita mengatakan: rethinking PR internal adalah tentang mengembalikan roh komunitas ke dalam organisasi. Komunikasi bukan hanya soal efisiensi, tetapi empati. Bukan hanya informasi, tetapi hubungan. Bukan hanya struktur, tetapi semangat.
Saat organisasi membangun komunikasi yang menghidupkan nilai, memberi ruang suara, dan menyalakan semangat kolektif, maka mereka tidak hanya membangun perusahaan—mereka membangun komunitas yang tangguh, adaptif, dan bermakna.
Dan dari sinilah, masa depan organisasi yang berkelanjutan dimulai.