Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Indonesia yang dibentuk pada dua tahun lalu memikul mandat yang cukup besar, yaitu membangun ekosistem ekonomi kreatif Indonesia. Sebagai tim perintis, tantangan terbesar badan ini adalah menghadapi regulasi dan konsolidasi tim profesional dari luar Pemerintah dengan pegawai Negeri Sipil yang sarat birokrasi.
Geliat ekonomi kreatif di Tanah Air dalam dua tahun terakhir ini tak lepas dari peran Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2015. Meski operasionalnya baru berjalan setahun, sumbangsih Bekraf sudah mulai terlihat.
Parameternya adalah hasil survei khusus ekonomi kreatif BPS terbaru—diluncurkan pada Desember 201—yang menunjukkan dua performa positif. Pertama, kontribusi ekonomi kreatif terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) menunjukkan peningkatan. Kedua, jumlah tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif melebihi target, yakni mencapai 15 juta pada 2015. Padahal, targetnya “hanya” 13 juta pada tiga tahun ke depan (2019).
Bekraf adalah lembaga baru non kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Pariwisata. Oleh karena itu, awal dilantik, tim Bekraf hanya terdiri dari Triawan Munaf yang dipercaya sebagai Kepala. Ia pun mengajukan Harry Waluyo, Mantan Dirjen Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, untuk menempati posisi Sekretaris Utama (Sestama), yang berhak melakukan pengelolaan keuangan atau kuasa pengguna anggaran. Selanjutnya, Ricky Pesik bergabung dan menjabat sebagai Wakil Kepala Bekraf.
Setelah Peraturan Presiden No. 72 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No. 6 tahun 2015 diterbitkan, Bekraf mulai merekrut tim untuk mengisi eselon I hingga IV. Sejak saat itu, Bekraf pun bekerja di co-working space di daerah Kemang, hingga kemudian berkantor di gedung Kementrian Pariwisata di Jalan Kimia, Jakarta Pusat. Belakangan, karena kantor di Jalan Kimia tak mampu menampung ratusan karyawan Bekraf, akhirnya Bekraf dipinjamkan gedung BUMN sebagai markasnya.
Siapa saja enam deputi setingkat Eselon I yang bergabung dengan Bekraf? Menurut Ricky Pesik, Deputi Riset, Edukasi, dan Pengembangan dijabat oleh Dr. Ing. Abdur Rohim Boy Berawi; Deputi Akses Permodalan dipegang oleh Fadjar Hutomo; Deputi Infrastruktur diemban oleh Hari Santosa Sungkari; Deputi Pemasaran dijabat Joshua Puji Mulia Simandjuntak; Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi dipegang oleh Ari Juliano Gema; dan Deputi Hubungan Antar Lembaga dan Wilayah diemban Endah Wahyu Sulistianti.
Sayangnya, di tengah jalan Sekretaris Utama Harry Waluyo mengundurkan diri karena sakit. Alhasil, selama dua bulan, Oktober hingga November 2015, Bekraf terpaksa vakum. Lantaran, kekosongan kursi Sestama sebagai kuasa pengguna anggaran. Rupanya kekosongan posisi itu tidak dapat segera diisi, karena Sestama harus dijabat oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan setingkat eselon satu.
“Dari enam deputi eselon satu, termasuk saya Wakil Kepala, tidak ada yang PNS. Sehingga, Bekraf harus mengurus permohonan dispensasi, karena rekruitmen Sestama setingkat eselon satu prosesnya panjang dan harus diangkat oleh presiden. Setelah proses cukup panjang, akhirnya jabatan Sestama dapat dirangkap oleh Wakil Kepala yang eselon satu dan non PNS. Itu artinya, akhir Desember 2015, saya diangkat menjadi Plt Sestama merangkap wakil kepala. Rangkap jabatan itu berlangsung hingga Agustus 2016, sampai akhirnya Sestama yang baru, Dr. Ir. Mesdin Cornelius Simarmata Msc, dilantik,” cerita Ricky, yang menyebutkan bahwa sepanjang 2015 anggaran Bekraf tidak sampai Rp 10 miliar.
Ia mengaku, salah satu tantangan tim Bekraf adalah...