Seperti yang ditunjukkan oleh Sahlberg, reformasi pendidikan global sering kali bertentangan dengan kebutuhan untuk membangun masyarakat demokratis dan meningkatkan daya saing ekonomi. Dalam banyak kasus, ini mengarah pada penurunan otonomi guru dan siswa, serta mengurangi kreativitas dan kebebasan dalam proses belajar mengajar.
Surat dari LEGO ini mengingatkan kita bahwa bermain dan belajar seharusnya menjadi pengalaman yang menyenangkan dan membebaskan. Ketika kita terlalu fokus pada standar dan rasionalisasi, kita berisiko menghilangkan elemen magis yang membuat bermain dan belajar menjadi pengalaman yang istimewa.
Ini adalah pelajaran penting yang perlu diingat baik dalam industri mainan maupun dalam kebijakan pendidikan. Dengan demikian, kita dapat kembali menemukan keajaiban dalam bermain dan belajar, memberikan anak-anak kebebasan untuk mengekspresikan imajinasi mereka sepenuhnya.
REFERENSI
Hjarvard, S. (2004). From bricks to bytes: The mediatization of a global toy industry. In I. Bondebjerg & P. Golding (Eds.), European culture and the media (pp. 43–63). Bristol: Intellect.
Pirrie, A. (2016). The Lego story: Remolding education policy and practice. Educational Review, 69(3), 271–284. https://doi.org/10.1080/00131911.2016.1
Sahlberg, P. (2006). Education reform for economic competitiveness. Journal of Educational Change, 7(4), 259–287.