Di masa lalu, jika sebuah perusahaan atau merek ingin menyampaikan informasinya kepada publik, mereka meminta public relations representative mereka menghubungi pers, dan pers akan memutuskan untuk meneruskan cerita tersebut atau tidak.
Sekarang, mungkin hal tersebut tidak perlu lagi. Perusahaan bisnis menciptakan saluran alternatif seperti yang dilakukan McDonald's sampai Coca-Cola. Mereka menciptakan bentuk jurnalisme mereka sendiri yang disebut brand journalism (jurnalisme merek).
"Kerangka brand journalism adalah kebijakan editorial yang bisa membantu mendefinisikan karakter sebuah merek atau perusahaan yang khas, serta batasan di mana sebuah cerita tentang merek dibuat," Larry Light, CEO di konsultan pemasaran Arcanture dan mantan kepala pemasaran global McDonald's, dalam tulisannya di Advertising Age.
Konsep brand journalism tidak hanya mengubah pandangan tradisional tentang pengelolaan merek, namun juga mengubah pandangan tradisional tentang jurnalisme. Ini karena pada dasarnya, saat ini brand journalism telah berkembang menjadi pembuatan konten dengan menggunakan keterampilan jurnalistik. Ini berarti mendefinisikan ulang tentang berita dan bagaimana hal itu harus dikomunikasikan atas nama merek.
Brand journalism diprediksi menjadi sebuah tool strategi pemasaran yang hot untuk perusahaan. Alih-alih karena memiliki kata "jurnalisme" dalam namanya, itu bukan berarti mereka melakukan pekerjaan yang sama seperti wartawan yang bekerja di sebuah news room (ruang berita). Meski demikian, pengelola merek atau penulis cerita tentang merek harus berpikir seperti seorang jurnalis.
Itu berarti manajer merek harus berperan sebagai wartawan dan harus menyadari bahwa mereka perlu meluangkan waktu untuk meneliti fakta dan melaporkan kebenarannya. Meski harus diakui bahwa dalam banyak kasus, manajer merek ini tidak melakukan hal-hal ini. Mereka terperangkap dalam rutinitas seperti kegiatan bisnis dan penjualan dan alih-alih mereka melayani publik, mereka justru lebih banyak melayani organisasi tempat mereka bekerja.
Apakah Anda pernah mengambil brosur atau flyer yang dikeluarkan oleh perusahaan atau merek? Juga membuka-buka newsletter perusahaan, baca komik secita singkat yang terdapat di sebungkus permen karet? Semua ini adalah beberapa cara yang dimanfaatkan oleh perusahaan dalam menggunakan konten untuk memasarkan produk atau layanan mereka kepada pelanggan dan calon pembeli.
Persoalannya, pada prakteknya, kebanyakan orang sering menuliskan gagasannya penuh dengan jargon, baik secara internal dan eksternal. Dalam situs web perusahaan misalnya, sering ditemukan jargon yang hanya orang-orang di internal perusahaan atau bahkan penulisny sendiri yang tahu maknanya. Buletin internal dan eksternal juga penuh dengan jargon.
Bulan lalu, saya menjadi juri PR Awarding untuk kategori media internal. Di media peserta banyak ditemukan jargon-jargon yang mungkin hanya diketahui oleh pekerja setempat. 'Siaran pers' juga terlalu sering penuh dengan jargon. Akibatnya, banyak orang bosan dan tiba-tiba website menjadi kuburan untuk siaran pers.
Media-media tadi adalah contoh platform penerbitan milik perusahaan terdepan dengan konten menarik. Jika Anda menjadi penanggungjawab media perusahaan itu, mulai sekarang Anda harus mulai memikirkan bagaimana perusahaan Anda seharusnya menjadi penerbitnya sendiri.
Perusahaan Anda memiliki banyak cerita untuk diceritakan dan...