Content Marketing, Public Relations dan Jurnalis

Beberapa waktu lalu, dalam diskusi buku Public
Relations in the Era of Artificial Intelligence, sang penulis, Dr. N Nurlaela
Arief, MBA menyebut tren penurunan rekrutmen praktisi public relations oleh
perusahaan-perusahaan yang terjadi belakangan ini. Menurut Nurlaela yang
meningkat sekarang adalah profesi content
creator
.  

Pada tahun 2000 lalu, di Amerika Serikat terdapat dua spesialis PR untuk setiap jurnalis. Hari ini, menurut the U.S. Bureau of Labor Statistics, Mei 2017, rasio itu berubah menjadi lebih dari 5 dibandingkan 1. Kenapa? Ada tren jumlah jurnalis yang bekerja di perusahaan media turun 32% sementara jumlah spesialis PR meningkat 82%.

Dua fenomena itu mempunyai resultante pemikiran yang
mirip. Ada pergeseran profesi baik PR maupun jurnalis. Penurunan kinerja media
secara umum telah menggeser pekerjaan jurnalis. Seperti yang sering saya katakana,
profesi jurnalis – maksudnya orang-orang pemburu dan penulis berita yang
bekerja di perusahaan media – turun. Tepai pekerjaan jurnalis tetap langgeng
karena sekarag banyak perusahaan yang mulai membangun medianya sendiri.

Di Amerika Serikat, dan mungkin di Indonesia,
banyak dijumpai kisah dan data tentang bagaimana jurnalis yang mapan dan
lulusan baru sekolah jurnalistik semakin menemukan pekerjaan sebagai pemasar
konten dan profesional PR. Ini berarti terjadi persaingan antara PR dan
jurnalis.

Ke depan yang terjadi adalah munculnya tumpang
tindih di tiga industri  - jurnalisme,
pemasaran konten, dan PR. Jurnalis mempelajari dan menggali metrik pemasaran
konten. Pemasar konten melakukan wawancara dan penelitian mendalam. PR mengembangkan
hubungan media sambil menciptakan dan menyampaikan konten yang menarik atas
nama klien mereka.

Sisi baik, kolaborasi mereka akan mengisi
kekurangan dan meningkatkan kehebatan masing-masing. Sisi lemahnyaapakah mereka
bisa bekerjasama seandainya mereka bekerja di sebuah perusahaan yang sama?
Disini tantangannya.

Miskomunikasi dan ketegangan dapat muncul ketika
para profesional yang memiliki bakat dan pengalaman bertukar peran itu bekerja
bersama. Keretakan sangat umum di antara tim pemasaran konten perusahaan dan
perusahaan PR-nya. Tim pemasaran konten, misalnya, dapat dipimpin oleh seorang
jurnalis veteran yang telah menghabiskan karirnya di ujung penerima PR; itu
bisa menjadi tantangan baginya untuk membiarkan perusahaan PR mengintip di
industrinya ketika dia tahu banyak tentang apa yang berhasil dan apa yang
tidak.

Content Marketing (pemasaran konten) adalah
strategi menghasilkan dan menerbitkan informasi yang membangun kepercayaan dan
otoritas di antara para pelanggan ideal Anda. Ini adalah cara untuk membangun
hubungan dan komunitas, sehingga orang merasa loyal kepada Anda dan merek Anda.
Banyak orang mengakui bahwa pemasaran konten adalah strategi untuk mendorong
penjualan tanpa menerapkan taktik penjualan tradisional.

Jurnalis adalah orang yang secara teratur
melaksanakan kegiatan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan , mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data
grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak elektronik
dan segala jenis saluran lainnya. Intinya, seorang jurnalis memang terbiasa
dengan pemasaran konten. Bedanya pada mindset dengan memasukkan oerspektif pemasaran
dalam karya-karyanya.

Seorang PR selalu berupaya secara terencana dan
berkesinambungan untuk menciptakan dan memelihara good-will dan saling pengertian
antara satu organisasi dan khalayaknya. Caraya, bisa beragam baik melalui
hubungan dengan media, buzzer, dan sebagainya, menyelenggarakan event sosial
dan sebagainya,  untuk menciptakan
sehingga public awareness tentang organisasinya sehingga terjadi engagement.

Bila dibedah, pemasaran konten dan PR memang
berbeda. Tujuan mereka mungkin tidak sama persis.  Pemasaran konten dan PR memiliki metrik keberhasilan
yang berbeda. Secara umum, keberhasilan PR diukur dalam hal “penempatan media,”
“penyebutan merek oleh media” atau “tayangan.” Beberapa tayangan lebih baik
daripada tidak ada tayangan, tetapi metrik ini kurang berharga dibandingkan
dengan KPI pemasaran konten. Di dalam pemasaran konten ada page views, dan referrals
(rujukan). Pageview adalah jumlah halaman yang dilihat oleh visitor.

Pemasaran konten yang baik sulit dilakukan. Ini
membutuhkan keahlian khusus, kreativitas, usaha yang sangat besar, dan yang
terpenting, keberuntungan. Ini juga memiliki ROI yang benar-benar tidak dapat
diprediksi. Terkadang Anda melakukan home run, tetapi lebih sering, usaha Anda
gagal. Dan tidak ada yang bisa dilakukan selain menunggang kuda.

Dalam hal penggunaan, pemasaran konten digunakan secara
teratur. Sementara itu, PR sering terjadi selama acara khusus yang mungkin diprakarsai
oleh perusahaan itu sendiri atau pihak lain juga, seperti konvensi nasional,
adil, dan sebagainya.

Fokus perhatiannya juga berbeda, pemasaran konten berfokus
pada pembuatan konten yang menarik, menghibur dan bermanfaat yang akan membantu
target pasarnya untuk membuat keputusan pembelian yang lebih sehat. PR di sisi
lain, sering formal dan secara spesifik merujuk pada produk atau acara, bukan merujuk
pada konsumen.

Dalam hal biaya, pemasaran konten umumnya jauh lebih rendah
untuk dieksekusi karena dapat dilakukan selama perusahaan memiliki keahlian dan
pengetahuan untuk dibagikan kepada audiens mereka. Biasanya, public relations
sangat mahal, terutama untuk membuat cerita, mereka harus membuat acara yang besar
atau target mencapai dan tingkat pengaruhnya tinggi. Dalam hal jangkauan,
pemasaran konten menargetkan ceruk tertentu, sementara PR seringkali jauh dan
luas jangkauannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)