Brand Storytelling - Jadikan Karyawan Anda Pahlawan

Saya suka desain
Samsung. Saya ingat ketika mereka dulu adalah merek murah dari Korea dan Sony
adalah yang terbaik yang bisa Anda beli. Selama bertahun-tahun, Sony menjadi “kegemukan”
dan mulai membuat produk yang tidak sesuai dengan produk lain di luar sana
(seperti MP3 Players).

Samsung mengintegrasikan
produknya dengan Android dan Google dan lebih fokus pada desain yang trendy.  Produknya terasa bagus. Apple segera meniru Samsung.

(John K., Seorang konsumen)

Saat ini banyak pebisnis yang mengakui kekuatan bercerita. Cerita merek kini tampil sebagai konstruksi pemasaran yang signifikan. Para pemasar mengakui betapa menariknya sebuah narasi yang dibangun dengan baik.

Secara ilmiah asumsi seperti itu bisa dipertanggungjawabkan. Paul J. Zak dalam artikelnya di Harvard Business Review, 2014, lalu menulis bahwa cerita bisa mengubah sikap, kepercayaan, dan perilaku seseorang.  Menurut Paul Zak, seorang ahli neuroekonomis di Claremont Graduate University, dalam otak manusia terdapat sebuah neurokimia yang disebut oksitosin, sebuah molekul di hipotalamus otak manusia.

Pembentukan dan pelepasan oksitosin dikaitkan dengan
kepercayaan dan perhatian. Jadi apa relasinya dengan cerita? Menurut Zak,
oksitosin secara otomatis terbentuk dan terjadi pelepasan saat seseorang
mendengarkan cerita yang kuat (msalnya dalam bentuk naratif).

Pelepasan oksitosin dapat menyebabkan perubahan dalam
perilaku postnegosiasi pendengar. Selain itu, selama saat-saat seseorang mengalami
stres karena mendengarkan cerita, otak melepaskan kortisol, yang memungkinkan
pendengar untuk fokus.

Penelitian lain juga menemukan bahwa cerita yang berakhir dengan kebahagiaan, memicu bagian limbic otak -- yang merupakan pusat pengolahan segala bentuk rangsangan penghargaan -- melepaskan dopamine yang merupakan enzim yang bisa memicu memicu harapan dan optimisme.

Baca: PLN Brand Story, Simpati, dan Teman

Dari gagasan tersebut tersebut para pemasar kemudian
beripikir, bahwa bila demikian adanya, maka asumsi itu juga bisa terjadi dalam
pemasaran. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya dan kapan itu bisa dilakukan.

Menurut para ahli, sebuah cerita merek dapat dibuat dalam
setting pembeli atau penjual. Yang penting adalah pembuat cerita bisa
mengangkat dan menonjolkan narasi tentang pengalaman, hasil dan makna dari sebuah
merek.

Sebuah cerita, bisa sebagai laporan peristiwa, mitos dan
narasi yang mendeskripsikan hal-hal penting semisal tentang sang aktor
(pelaku), lokasi (setting baik fisik maupun sosialnya), tindakan, sikap, problematika
dan karakternya. Narasi dibangun sedemikian rupa sehingga memiliki struktur
yang membuat pembaca/pendengar merasa dan ingin tetap bersama dan melibatkan
pendengar, pembaca atau pemirsa.

Intinya, sebuah cerita idealnya tersusun berdasarkan urutan
hasil tindakan yang diarahkan pada tujuan . Pertanyaannya adalah cerita itu ditujukan
untuk siapa, apakah pengelola merek atau pelanggannya. Penentuan ditujukan
kepada siapa itu penting karena mempunyai implikasi pada bentuk cerita dan
jenis ceritanya. Namun yang pasti, kepada siapapun, penulis biasanya menyertakan
sebuah pesan dan memberi poin yang bernilai. Pesan itulah yang tergantung pada cerita
itu ditujukan kepada siapa.

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)