Bagaimana 'Meat for Victory' Mengubah Pandangan Amerika terhadap Jeroan

Melalui kampanye "Meat for Victory," pemerintah AS secara radikal berhasil menggoyah norma diet Amerika di Perang Dunia II, dan mengubah jeroan dari terbuang menjadi terhormat, menantang kelangkaan daging.

Jeroan, yang juga dikenal sebagai offal, merujuk pada organ internal dan bagian lain dari hewan yang dikonsumsi. Ini termasuk hati, ginjal, jantung, paru-paru, otak, lidah, dan perut, antara lain.

Dii banyak bagian dunia, terutama di beberapa negara Barat, jeroan sering kali dihadapkan dengan persepsi negatif. Beberapa orang menganggap jeroan sebagai bagian hewan yang kurang diinginkan untuk dimakan, dikaitkan dengan rasa dan teksturnya yang khas yang mungkin tidak menarik bagi semua orang.

Kekhawatiran tentang keamanan makanan dan cara pengolahan jeroan juga berkontribusi terhadap sikap ragu-ragu.

Dalam sebuah upaya revolusioner untuk mengubah peta diet Amerika selama Perang Dunia II, pemerintah AS melancarkan "Meat for Victory," sebuah kampanye yang tidak hanya memecahkan dilema kekurangan daging tapi juga merombak persepsi publik tentang jeroan.

Dengan bantuan selebriti dan strategi pemasaran yang inovatif, kampanye ini berhasil mengubah jeroan dari makanan yang dihindari menjadi pilihan kuliner yang dihargai, membuktikan kekuatan komunikasi dan solidaritas sosial dalam membentuk kebiasaan makan nasional.

Banyak program dan kampanye untuk mengubah kebiasaan makan, seperti “Lima Buah dan Sayuran Sehari,” telah menemui hasil jangka pendek yang mahal, mengecewakan (lihat Eldridge et al. 1998). Adopsi makanan sehat atau fungsional menjadi lambat karena konsumen berhati-hati untuk mencoba makanan asing yang awalnya tidak menarik, seperti kedelai (Wansink dan Chan 2001).

Lalu bagaimana caranya agar makanan fungsional sehat – seperti porang, sagu, dan sebagainya -- yang tampak asing atau tidak menarik dimasukkan ke dalam pola makan utama dan ke dalam pola makan jangka panjang? Bisa jadi kampanye makan jeroan yang dilakukan pemerintah AS menjadi alternatif.

Selama Perang Dunia Kedua, otoritas di Amerika Serikat menerapkan berbagai inisiatif untuk mendorong peningkatan pemakaian jeroan oleh penduduknya. Hingga periode tersebut, jeroan seringkali dianggap tidak layak konsumsi dan kurang disukai, dengan sebagian besar digunakan sebagai bahan campuran pakan hewan atau bahkan dibuang.

Namun, ketika dihadapkan pada persoalan kurangnya pasokan daging segar, pemerintah AS meluncurkan kampanye pemasaran "Meat for Victory" yang agresif dan kreatif untuk meningkatkan popularitas jeroan di kalangan masyarakat.

Itu dilakukan secara agresif karena situasi yang mendesak, dan di sisi lain pada saat itu, jeroan, seperti hati dan ginjal, dianggap sebagai bagian dari daging yang kurang populer dan sering diabaikan oleh konsumen.

Pada saat Perang Dunia II, sebagian besar daging (bukan jeroan) dikemas dan dikirim ke serdadu-serdadu di garis depan yang sedang berperang. Sementara itu, masyarakat Amerika jarang atau enggan mengkonsumsi daging jeroan karena berbagai alasan, misalnya karena dari sisi kesehatan daging (bukan jeroan) lebih sehat ketimbag daging jeroan hingga anggapan bahwa daging jeroan saat itu banyak dikonsumsi oleh warga di luar mereka.

Pages: 1 2 3 4

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)