MENGAPA DALAM SETIAP CERITA DIBUTUHKAN PENJAHAT?

Tanpa penjahat (villain), sebuah cerita terasa datar dan tidak menarik, karena tidak ada konflik atau rintangan yang harus diatasi oleh karakter utama. Villain juga membantu menciptakan ketegangan dan drama dalam cerita, yang dapat membuat pembaca atau penonton lebih terlibat dan tertarik dengan cerita. Begitu juga untuk Brand StoryTelling?

Jika penulis cerita atau storyteller ingin membuat telinga pelanggan terangkat ketika pemasar – misalnya -- berbicara tentang produk dan layanan kita, storyteller harus memosisikan produk dan layanan tersebut sebagai senjata yang dapat mereka gunakan untuk mengalahkan penjahat. Dan penjahat harus sangat jahat.

Penjahat tidak harus orang. Dia bisa juga yang lain, namun harus memiliki karakteristik yang dipersonifikasikan. Misalnya, jika ada pemasar yang ingin menjual perangkat lunak manajemen waktu, pemasar bisa memvilifikasi sesautu yang ingin ditonjokan.  

Memvilifikasi adalah tindakan merendahkan atau mencela seseorang atau kelompok secara berlebihan, seringkali dengan tujuan untuk menunjukkan kelemahan atau keburukan mereka. Tindakan memvilifikasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kata-kata atau tindakan yang kasar, kejam, atau merendahkan, dan dapat menyebabkan kerusakan psikologis pada individu atau kelompok yang menjadi sasaran.

Dalam lingkungan sosial dan politik yang sering kali polarisasi, memvilifikasi seringkali digunakan sebagai alat untuk menghancurkan lawan politik atau untuk menunjukkan dominasi atas kelompok yang berbeda. Namun, tindakan memvilifikasi tidak sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan keadilan, dan dapat merugikan individu atau kelompok yang menjadi sasarannya secara tidak adil.

Dalam konteks pemasaran produk, "gangguan" diartikan sebagai masalah atau halangan yang dihadapi oleh pelanggan dan ingin diatasi melalui produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Dengan memandang "gangguan" sebagai penjahat, perusahaan dapat membangun cerita pemasaran yang menarik.

Perusahaan dapat menawarkan produknya sebagai senjata yang dapat digunakan pelanggan untuk menghentikan "penjahat" tersebut dan mengatasi masalah mereka dengan cepat. Meskipun terdengar dramatis, pendekatan ini dapat membantu perusahaan membangun koneksi emosional dengan pelanggan dan memotivasi mereka untuk membeli produk atau layanan yang ditawarkan.

Listerine adalah merek terkemuka dalam kategori obat kumur dan produk perawatan mulut. Produk Listerine awalnya dikembangkan pada akhir abad ke-19 oleh seorang dokter bernama Joseph Lawrence sebagai antiseptik untuk digunakan dalam operasi. Nama Listerine sendiri diambil dari nama seorang ahli bedah bernama Joseph Lister, yang terkenal karena mengembangkan teknik sterilisasi pada operasi.

Pada tahun 1914, Listerine mulai dipasarkan sebagai obat kumur dan produk perawatan mulut di Amerika Serikat. Sejak itu, Listerine telah menjadi merek yang sangat dikenal di seluruh dunia dan memiliki berbagai produk seperti obat kumur untuk membersihkan mulut dan gigi, pasta gigi, penghilang noda gigi, dan produk-produk kesehatan mulut lainnya.

Listerine mempromosikan dirinya sebagai merek yang dapat membantu memperbaiki kesehatan dan kebersihan mulut dan gigi, serta memberikan manfaat kesehatan lainnya seperti mencegah penyakit gusi dan bau napas yang tidak sedap. Selain itu, Listerine juga dikenal dengan kampanye pemasaran yang inovatif dan kontroversial, seperti kampanye "Kamu Tidak Mau Menghampiri Seseorang dengan Nafas Seperti Itu", yang menunjukkan bau napas yang tidak segar sebagai "penjahat" yang dapat diatasi dengan menggunakan produk Listerine.

Dalam koteks naratif, Listerine enggunakan produknya sebagai pahlawan yang mengalahkan penjahat (gangguan). Merek obat kumur ini dikampanyekan bisa mengubah bau napas menjadi lebih segar. Listerine memandang bau napas yang tidak segar sebagai "penjahat" yang mengganggu kepercayaan diri seseorang dan dapat memengaruhi hubungan sosial dan profesional mereka. Dalam iklan-iklannya, Listerine menampilkan bau napas yang tidak segar sebagai "penjahat" yang perlu dikalahkan dengan menggunakan produk mereka.

Dengan cara ini, Listerine menciptakan cerita pemasaran yang menarik dan memotivasi pelanggan untuk menggunakan produk mereka sebagai senjata untuk menghentikan "penjahat" tersebut dan meraih kepercayaan diri yang lebih besar. Strategi pemasaran Listerine ini berhasil membuat merek tersebut menjadi salah satu merek terkemuka di pasar obat kumur dan menyebarkan pesan bahwa bau napas yang segar dapat memberikan manfaat sosial dan profesional yang signifikan.

REFERENSI

Miller, D. (2017). Building a story brand: Clarify your message so customers will listen. HarperCollins Leadership.

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)