2. Pemnafaatan Media
Sebagai operator komunikasi krisis, tim public relations (PR) Malaysia Airlines seakan berada dalam posisi yang diawasi. Batapa tidak, terdapat anggota keluarga 239 penumpang yang sedang menunggu jawaban, begitu juga bagian lain di dunia.
Untuk menyebarluaskan informasi, Malaysia Airlines (MAS) memanfaatkan media sosial. Dalam era publik yang super terhubung ini, untuk mengkomunikasikan hilangnya kontak tersebut yang pertama kali, MAS memanfaatkan aset digital, termasuk halaman website dan situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter.
Untuk mengelola krisis, tim PR Malaysia Airlines berbagi informasi dengan mereka yang tertarik dan peduli tentang pencarian dan penyelamatan pesawat. Untuk kepentingan itu, selain komunikasi tatap muka, MAS menggunakan Website untuk memberikan informasi yang selalu diperbarui seputar insiden terkait penerbangan MH 370.
Langkahnya tidak berhenti disitu. Malaysia Airlines juga menggunakan media sosial seperti Facebook dan Twitter untuk memperkuat pesan yang mereka sampaikan di website. Pengumuman soal hilang kontaknya pesawat misalnya, selain dimuat di website, saat bersamaan juga dirilis pada Malaysia Airlines. Juga dijelaskan rincian jumlah penumpang, awak dan bayi di pesawat.
Semua tampilan media digitalnya juga berubah menjadi lebih gelap. Mulai dari website, Facebook, sampai Twitter, semuanya diisi dengan warna abu-abu. Pihaknya sengaja tidak menggunakan warna hitam (simbol duka) karena kondisi awak pesawat MH370 masih belum jelas. Warna yang sedikit gelap di media sosial juga dinilai ampuh untuk memperkuat pesan-pesan pada konten yang disebarkan.
Sementara itu, manajemen AirAsia mengimbau kepada para keluarga dan kerabat dapat menghubungi nomor call Emergency Call Centre AirAsia di +622129270811. Selain itu, AirAsia juga berjanji akan terus memberikan informasi lebih lanjut dengan situasi terkini. Informasi terkini tersedia di website AirAsia, www.airasia.com. Logo maskapai di media sosial juga berubah menjadi abu-abu yang lebih muram dan hanya putih. Sebelumnya logo itu berwarna merah cerah.
3. Simpati dan Empati
Bagi para praktisi manajemen krisis, isi pernyataan sangat penting. Selain mengungkapkan rasa empati, pesan dalam komunikasi krisis harus menunjukkan empati. Untuk menghindari persoalan yang lebih mendalam, dalam konteks musibah pesawat terbang, stakeholder yang paling penting adalah keluarga
Simpati adalah ekspresi atau perasaan iba dan sedih ketika kita mengetahui dan melihat seseorang atau orang-orang kurang beruntung atau mengalami kesulitan dan dalam kondisi buruk. Sementara itu, empati adalah kemampuan seseorang untuk bereaksi terhadap emosi negatif atau positif orang lain seolah-olah emosi itu dialami sendiri.
Empati dan keprihatinan terhadap anggota keluarga dan orang lain yang terkena dampak hilangnya pesawat dikomunikasikan melalui posting dan tweet. Berikut perbandingan pernyataan yang dikeluarkan oleh dua maskapai ketika mengumumkan musibah tersebut.
4. Komitmen untuk Keluarga Korban
Dalam usahanya menemukan pesawat yang dinyatakan hilang, Malaysia Airline, Sore itu juga, mengirimkan sebuah Tim relawan 'Go Team' dikirim ke Beijing dan yang lain di Kuala Lumpur untuk membantu memberikan dukungan dan informasi kepada keluarga. Maskapai ini juga selalu meng-update informasi harian rutin kepada pemerintah dan pers.
Selain itu, CEO MAS Jauhari Yahya, Menteri Pertahanan dan Transportasi Hishammuddin Hussein, dan Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Abdul Razak menemui keluarga korban hilangnya pesawat Malaysia Airline di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Sabtu (08/03/2014).
Sementara itu, yang dilakukan AirAsia, sejak resmi dinyatakan hilang pada 28 Desember, Tony Fernandes langsung terbang ke Surabaya guna menjumpai sekaligus berkomunikasi langsung dengan keluarga penumpang serta keluarga para crew pesawat AirAsia QZ8501. Manajemen AirAsia Indonesia bersama Gubernur Provinsi Jawa Timur Soekarwo, tim Basarnas, dan PT Angkasa Pura I, bahkan Presiden Joko Widodo juga telah berjumpa dengan anggota keluarga penumpang pada Minggu malam (28/12).
2 thoughts on “Empat Perbedaan Krisis Komunikasi AirAsia dan Malaysia Airlines”