Empat Perbedaan Krisis Komunikasi AirAsia dan Malaysia Airlines

AirAsia Versus MAS

Paska keberhasilan penemuan pesawat AirAsia 8501 oleh Tim Basarnas yang sebelumnya dinyatakan hilang menuai banyak pujian, baik untuk pemerintah Indonesia, khususnya Basarnas, pemerintah daerah, dan pihak-pijak terkait, tak terkecuali AirAsia, khususnya CEO Tony Fernandes.

Beberapa analisis membandingkan penanganan, khususnya dalam hal komunikasi krisis yang dilakukan dalam kasus AirAsia dan kasus hilangnya pesawat MH370 milik maskapai penerbangan Malaysia Airlines yang hilang pada 8 Maret 2014 lalu. Dimana perbedaannya?

Pencarian pesawat terbang komersial MH370 milik Malaysia Airlines yang hilang melibatkan 26 negara. Namun demikian, sampai saat ini pesawat belum ditemukan. Sementara itu, selama pencarian, anggota keluarga dari korban, juga media dunia, terus menunggu.

"Tantangan yang Anda miliki dengan komunikasi krisis bukan untuk membuatnya lebih buruk, karena Anda tidak bisa membuatnya lebih baik," kata Robert Jensen, CEO of Kenyon International Emergency Services, yang memberikan dukungan komunikasi krisis untuk sejumlah klien maskapai. "Ini pekerjaan yang sulit tetapi harus dilakukan.”

1. Kecepatan Response

Dalam situasi krisis, kecepatan respon sangat penting. Tanggapan tertunda ini menciptakan kesenjangan kredibilitas. Tanggapan awal maskapai atas hilangnya pesawat pada 8 Maret 2014 itu muncul berupa pernyataan pertama pada pukul 07:24 atau sekitar lima jam setelah kehilangan kontak dengan pesawat.

MH370 berangkat dari bandara Kuala Lumpur pada pukul 00.41 waktu setempat, tapi baru sekitar dua jam, tepatnya pada pukul 02.40, Subang Air Traffic Control melaporkan telah kehilangan kontak pesawat yang seharusnya sampai di Beijing International Airport pukul 06.30 waktu Beijing.

Tak lama berselang, masih tanggal 8 Maret 2014, tepat pukul 09.05 waktu Kuala Lumpur, Jauhari Yahya langsung mengadakan konferensi pers dan mengeluarkan statement-nya berkenaan dengan hilangnya pesawat tersebut.

Ini sedikit berbeda dengan yang terjadi pada kasus AirAsia 8501 yang berangkat dari Surabaya pada pukul 5.36 WIB. Pada pukul 09.57 Kompas.com mendapat konfirmasi dari Direktur Angkutan Udara Kemenhub bahwa pesawat tersebut hilang dari pantauan radar. Ini berarti hanya 4,5 jam setelah pesawat tersebut berangkat.

Sementara pihak maskapai AirAsia mengeluarkan pernyataan resmi terkait hilang kontaknya pesawat bernomor penerbangan QZ 8501, bila mengacu pada pemuatan pernytaan di Tribunenews.com, itu terjadi pada pukul 11.54 wib.

AirAsia - pernyataan resmi - crop
Dirut Airnav Ignatius Bambang Tjahjono saat dihubungi Tribunews.com, Minggu (28/12/2014) menjelaskan, bahwa pada pukul 06.16 WIB pagi, pesawat masih terlihat di radar, selanjutnya pada 06.17 pesawat hilang kontak dengan ATC, kemudian 06.18 WIB target hilang dari radar.
Ignatius menerangkan, awalnya pesawat sempat melakukan komunikasi ATC Jakarta, pukul 06.12 WIB pada ketinggian 140320.

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

2 thoughts on “Empat Perbedaan Krisis Komunikasi AirAsia dan Malaysia Airlines”

Terima kasih atas ulasannya. Namun jika artikel ini diberi judul "empat perbedaan", IMHO saya belum melihat itu. Yang terlihat jelas bedanya adalah yaitu pada kecepatan response. Sedangkan untuk poin dua, tiga, dan empat, belum terlihat. Isi pesan yang disampaikan oleh kedua maskapai juga kurang lebih sama -- (standard high-level first responses). Mungkin jika analisa perbedaan diberikan dalam bentuk tabel komparatif, akan lebih terlihat perbedaannya. Masukan saya, satu hal yang sangat membedakan response antara MH dan QZ adalah keberanian pemerintah masing-masing dalam memberikan pernyataan. Butuh waktu beberapa hari bagi pemerintah Malaysia untuk menyatakan bahwa MH telah jatuh. Sedangkan Wapres Jusuf Kalla, 10 jam setelah QZ hilang kontak sudah berani menyatakan bahwa pesawat kemungkinan besar telah jatuh karena kehabisan bahan bakar. Walaupun pernyataan itu pasti menyakitkan untuk keluarga penumpang, namun saya memandang itu sebagai upaya untuk mengkalibrasi ekspektasi. Doa saya selalu bagi seluruh keluarga penumpang dan awak QZ8501.
by Jeffrey Haribowo, 02 Jan 2015, 09:28
Hmm.. media handling dari air asia saya nilai 6 out of 10, media cenderung dilihat sebagai sesuatu yg mengganggu, instead of sebagai sesuatu yang bisa dimanfaatkan untuk mendapat nilai tambah PR. Corporate communication air asia dan air asia berhad sangat susah dihubungi, ketidakpastian pemberian keterangan pers, media relationnya kurang bekerja dengan baik, informasi bisa dikontrol dengan baik, namun banyak wartawan mengeluh, penggunaan media sosial tidak terlalu intensif mostly hanya relay apa yang ditulis di note facebook
by archicco, 01 Jan 2015, 19:06

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)