Oleh Scott Van Camp, PR News
Ketika kawasan pantai timur Amerika tersapu oleh badai Sandy, segala informasi dari berbagai angle disajikan oleh media kepada publik — mulai dari menganalisa dampak yang disebabkan oleh badai, hingga menawarkan sejumlah tips tentang cara terbaik untuk bertahan dari badai tersebut.
Di balik dampak besar yang diakibatkan badai Sandy, ternyata memberi peluang bagi para profesional PR dalam mempromosikan klien dan merek-nya.
Tentu, pihak-pihak yang ada dibalik 'campur-aduk' isi media itu adalah para profesional PR yang menghadirkan para 'klien' ahli dan menjadikan mereka bagian dari pembahasan tentang badai Sandy.
Meskipun begitu, dalam bencana alam, se-berapa berlebihan-kah aksi PR? Para komunikator memiliki tanggung jawab dalam mempromosikan brand dan klien mereka, sekalipun kondisinya tengah dilanda bencana badai. Namun, dimanakah seharusnya sebuah 'garis' diukir?
Sebuah artikel dalam Village Voice kerap mempertanyakan praktik-praktik para profesional PR dalam menanggapi bencana badai ini. Artikel berjudul "Frankenstorm Unleashes Tidal Wave of PR Sluttiness" menyarankan para profesional PR yang berupaya menemukan klimatologis, ahli cuaca, atau orang yang selamat dari badai di beberapa kawasan mampu mengungkapkan, "apa yang berpotensi menjadi bencana alam dahsyat untuk mendapatkan sedikit 'perhatian' dari orang-orang di sekitar Anda?”
Ketika peristiwa besar dikelilingi oleh publik (dimana dalam hal ini adalah badai Sandy), para profesional PR telah dirancang untuk menanggapi dan 'menggerakan' peluang untuk mempromosikan klien dan brand mereka dan menularkan pesan-pesan 'penting' mereka. Jika mengeluh tentang upaya tersebut, justru akan menunjukkan kurangnya pengertian terhadap peran PR dalam menghubungkan aktivitas jurnalis dengan sumber-sumber yang kompeten, sebuah hubungan yang seringnya saling menguntungkan satu sama lain, dan dalam kasus bencana alam ini, sumbernya adalah publik sendiri.
