Sekadar Dimuat, Dibaca, atau Mempengaruhi Pembaca?

Para penggiat PR melihat penggunaan AVEs menarik karena di pasar industi periklanan yang terbuka, tarif iklan pada dasarnya bisa dinegosiasikan, kompetitif dan didominasi oleh pendanaan yang lebih baik dan karena ketiadaan alternatif kuantitatif lainnya, maka pengukuran prestasi public relations dianggap cocok bila menggunakan kesetaraan dengan nilai editorial.

Logika ini semakin diperparah oleh fakta bahwa, terlepas dari isi, biaya atau nilai dari beberapa artikel sangatlah bervariasi. Beberapa editorial bisa diperoleh dengan biaya yang tinggi (misalnya, jurnalisme investigatif).

Di sisi lain, beberapa editorial – kalau dinilai atau dilihat dari biaya untuk mendapatkan bahan editorial itu – biasanya berbiaya rendah karena bahannya mungkin siaran pers yang ditulis dengan baik, informatif dan mempunyai nilai berita.

Dengan semakin banyaknya pekerjaan PR terfokus pada hubungan media, perlu untuk dapat memahami bagaimana editorial mempengaruhi orang. Langkah-langkah yang sesuai kemudian dapat diterapkan adalah dengan mengetahui seberapa efektif praktisi melakukan kegiatannya dan nilai dari apa yang telah dicapai.

Dalam memahami konten -- baik dalam konteks editorial dan sosialnya – praktisi PR dapat memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang nilai dan efek sebenarnya dari editorial dan menjadikannya sebagai tolok ukur keberhasilan.

Pengalaman-pengalaman sebelumnya, seseorang dapat dimaafkan karena percaya bahwa penggunaan nilai kesetaraan iklan sebagai tolok ukur keberhasilan tidak hanya menyesatkan, tetapi juga dapat benar-benar merusak ketika hal itu digunakan untuk mengevaluasi efek dan efektivitas sebuah liputan editorial.

Namun demikian, harus diakui bahwa publisitas penting karena tak ada persepsi bila tak ada stimulus.  Stimulus yang saya maksud disini bisa berarti informasi yang dimuat di media. Namun demikian, pemuatan di media idealnya tidak dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan suatu kegiatan. Pemuatan informasi yang dikirimkan praktisi hendaknya dilihat sebagai tolok ukur keberhasilan awal, yakni menciptakan stimulus.

Tugas komunikasi PR selanjutnya adalah bagaimana memperoleh perhatian publik sasaran, menstimuli minat terhadap isi pesan, membangun hasrat dan perhatian untuk menindaklanjuti isi pesan, dan mengarahkan tindakan yang diambil khalayak sasaran itu sesuai dengan isi pesan, serta membuat khalayak sasaran selalu ingat akan pesan dan pengalamannya setelah mereka melakukan tindakan itu. Tak mudah memang, namun demikian itulah tantangan sebenarnya.

Pages: 1 2
Tags:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)