Masih adakah pekerjaan untuk manusia di masa depan? Berapa banyak yang masih akan ada? Siapakah yang mendapatkannya? Revolusi industri saat ini yang ditandai dengan kebangkitan robot, mungkin selama beberapa waktu menghilangkan pekerjaan. Namun demikian, untuk menemukan robot tadi dibutuhkan inovasi baru era baru yang membutuhkan pekerjaan dan pikiran manusia.
Dalam buku Rise of the Robots: Technology and the Threat of a Jobless Future (Basic Books, 2015), Martin Ford menulis, kemajuan teknologi robot membuat mesin mulai merawat diri mereka sendiri sehingga semakin sedikit orang yang diperlukan. Kecerdasan buatan sudah bertebaran dan membuat beberapa pekerjaan seperti paralegal, wartawan, pekerja kantor, dan bahkan pemrogram komputer sudah using digantikan robot dan perangkat lunak cerdas.
Pekerjaan kerah biru dan putih sama-sama menguap. Pada saat yang bersamaan, sektor rumah tangga diserang oleh biaya yang meledak, terutama dari dua industri besar - pendidikan dan perawatan kesehatan - yang sejauh ini belum pernah ditransformasikan oleh teknologi informasi. Hasilnya bisa jadi pengangguran besar dan ketidaksetaraan (karena yang menikmati pendidikan bagus bisa jadi hanya kalangan tertentu) serta implosi ekonomi konsumen itu sendiri?
Meski harus diakui, bahwa pekerjaan yang hilang itu memunculkan pekerjaan baru yang lebih banyak dikendalikan oleh unsut estitika. Disitulah pekerjaan manusia yang kecil kemungkinannya digantikan oleh robot. Benarkah? Di dunia masak memasak misalnya, perdebatan tentang apakah memasak lebih banyak seni atau sains tidak akan pernah berakhir.
Di Spyce, seperti dikutip www.straitstimes.com, eksperimen kuliner terbaru dalam otomatisasi, bisa menjadi jawaban atas perdebatan itu. Ceritanya dimulai oleh sekelompok insinyur robotika 20 dari Massachusetts Institute of Technology yang bermitra dengan koki berbintang Michelin Daniel Boulud. Mereka mendirikan restoran di pusat kota Boston dengan gagasan bahwa makanan yang memuaskan dihasilkan dari hasil paduan antara proses keilmuan ketimbang spontanitas.
Di resto tersebut, pendiri restoran menggantikan koki manusia dengan tujuh pot memasak otomatis yang sekaligus menyiapkan makanan dalam waktu tiga menit atau kurang. Persiapannya, menurut co-founder resto, Michael Farid (26 tahun) - terdengar lebih seperti instruksi laboratorium daripada memasak konvensional.
"Setelah Anda memesan, kami memiliki sistem pengiriman bahan yang mengumpulkan mereka dari lemari es," kata Farid. "Bahan-bahannya dibagi menjadi ukuran yang sesuai dan kemudian dikirim ke robot wajan yang bersuhu 232 derajat Celsius. Di wajan itu, bahan-bahan dimasak dan dibakar. Setelah proses selesai, wajan miring ke bawah dan memasukkan makanan ke dalam mangkuk. Makananpun siap dihias dan disajikan. "
Spyce mengklaim dirinya sebagai "restoran pertama di dunia yang menampilkan dapur robot yang memasak makanan kompleks." Sebelumnya memang ada burger-flipping robots seperti Flippy, yang melakukan pekerjaannya di dapur cepat saji California sebelum penggunaan ditangguhkan sementara - karena tidak bekerja cukup cepat.
Prototipe koki robot Spyce pertama kali dirakit di ruang bawah tanah rumah di sekitar MIT.
Pengalaman bersantap di restoran dimulai beberapa langkah sebelum...