Pasar kini kian sesak. Dalam pasar yang sesak tersebut, adakah peluang untuk meningkatkan penjualan dan market share? Ada. Bagaimana caranya?
Sungguh berbeda bila Anda mendirikan media cetak, TV atau radio lima tahun lalu dengan sekarang. Lima tahun lalu, pesaing Anda bisa dihitung dengan jari. Sekarang, dengan jari sekeluarga dan tetangga Anda pun tidak akan mampu menghitungnya. Kini ratusan media cetak baru bermunculan. Bahkan stasiun TV yang membutuhkan modal miliaran pun tumbuh cepat. Bila sebelumnya cuma lima, kini setidaknya ada 10 stasiun TV, plus TV-TV lokal yang bertebaran dimana-mana.
Ini jelas membuat persaingan menjadi semakin ketat. Lihat saja apa yang dilakukan stasiun-stasiun TV saat ini untuk menjaring penonton. Ada yang memasang iklan besar-besar di koran besar, ada pula yang melakukan roadshow ke kampus-kampus dan berbagai kota. Masing-masing media mencari peluang segmen yang bisa digarapnya. Berbagai strategi dan marketing tools diterapkan untuk memenangkan pasar. Susahnya, beragam diferensiasi yang diciptakan – karena kemajuan teknologi – umurnya tak panjang. Ini karena pesaing bisa dengan gampang menjiplaknya, bahkan menambahkan unsur-unsur positif sehingga lebih baik dari pendahulunya.
Tidak hanya di bisnis media. Di berbagai kategori seperti consumer goods gambarannya juga sama. Produk sampo misalnya, termasuk pasar crowded. Pasar yang kondisinya disebut banyak orang sebagai hypercompetition ditandai dengan banyaknya perusahaan yang masuk, tinginya kecepatan masuknya merek atau produk baru, makin pendeknya "usia" produk atau merek baru, beberapa pemain memusatkan pada ceruk, yang lainnya menggabung atau pengambil-alihan pasar dari pangsa pasar dari yang ditinggalkan, dan terjadi penurunan permintaan dan kapasitas secara perlahan-lahan. Dengan kata lain pasar hampir mencapai puncak potensinya.
Karakteristik pasar yang jenuh ini adalah persaingan yang gencar, penekanan pada biaya dan pelayanan, pengurangan arus produk baru, persaingan internasional, peningkatan kekuatan dalam saluran organisasi yang menghubungkan pabrik dan pemakai akhir. Konsumen dalam pasar yang jenuh sudah berpengalaman dan mereka lebih menuntut. Mereka mengenal dengan baik merek pesaing dan biasanya menampilkan merek-merek preferensi untuk merek-merek khusus yang akan mereka beli. Sehingga pada umumnya, preferensi konsumen dalam lingkungan pasar seperti ini cenderung kurang stabil.
Bagi perusahaan-perusahaan bermodal besar, mengakuisisi konsumen bukanlah suatu hal yang dihindari. Sebab diyakini bahwa ada segmen konsumen yang meski tidak mungkin pindah ke merek lain, namun mereka rentan terhadap bujukan. Jumlah mereka, terutama untuk produk konsumsi, sangatlah besar. Sebuah survei menunjukkan bahwa besaran mereka mencapai 50-60% dari konsumen yang mengkonsumsi merek produk tertentu.
Untuk mengakusisi mereka memang butuh upaya termasuk biaya yang cukup besar. Antara lain dengan iklan dan promosi lainnya. Memang untuk iklan dan promosi tidak tergantung pada besaran biaya yang dikeluarkan. Namun, ada gambaran umum bahwa dalam pasar yang hypercompetition, banyaknya produk atau merek serta kecepatan munculnya produk baru yang diiklankan, membuat merek sulit menancap di benak konsumen. Konsumen juga kesulitan untuk mengevaluasi klaim yang dnyatakan oleh suatu produk atau merek baru. Apalagi jika produk-produk tersebut hampir semuanya inovatif. Hanya iklan yang benar-benar kreatif yang bisa membuat posisi suatu merek di benak konsumen menjadi istimewa.
Menurut W. Chain Kim – dari Boston Consulting Group – untuk menumbuhkan pasar, dalam era ekonomi yang berbasis pengetahuan belakangan ini, strategi pemasaran harus memfokuskan diri pada pasar yang sudah ada (termasuk meningkatkan loyalitas) atau menciptakan sesuatu yang baru, tidak menggoyang pesaing secara langsung. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan penggunaan. Meningkatkan pemakaian (usage).
Misalnya melalui peningkatan frekuensi penggunaan. Itulah yang dilakukan Yakult, Kratingdaeang, Kuku Bima dan sebagainya. Iklan-iklan mereka kini berlomba mengiklankan sebagai produk yang aman bila dikonsumsi lebih dari satu dalam sehari. Blue Band kini tidak hanya diporomiskan buat olesan roti, tapi juga bis adimanfaatkan untuk menggoreng dan sebagainya.