Intelijen Pemasaran, Pentingkah?

Tahun 1987 bisa jadi menjadi sejarah persaingan paling spektakular. Ketika itu Unilever menggebuk P&G lewat produk sampo Dimension 2in1 (sekarang sudah tidak ada). Sekitar tahun 1987, P&G berencana masuk pasar Indonesia dengan produk sampo Rejoice 2in1. Rencana itu sudah sangat matang, setelah meraih sukses besar di beberapa negara Asia, terutama di Hongkong.

Apa yang terjadi? Belum sampai Rejoice 2in1 diluncurkan, Unilever sudah menembak lebih dulu dengan Dimension yang juga 2 in1, alias sampo yang dilengkapi conditioner. Anehnya, Dimension 2in1 tampil dengan logo dan warna kemasan hijau muda, persis seperti Rejoice yang di luar negeri. Bahkan, konsep iklan pun sengaja dibuat mirip iklan Rejoice di Hongkong.

Tentu saja P&G kalang kabut. Upaya mengubah kemasan Rejoice menjadi berwarna putih ternyata tidak banyak membantu. Menunda peluncuran juga sudah tidak dimungkinkan. Pilihan akhirnya tetap seperti rencana semula, dengan risiko Rejoice jeblog. Produk itu hanya bisa meraih pangsa pasar 6%. Sangat minimal.

Sebelumnya, P&G juga kena batunya oleh Unilever lewat sabun Camay. Alih-alih bermaksud meluncurkan kembali produk sabun kecantikan Camay yang sudah lama tiarap lewat model eksklusif Kartika Soekarno Putri, eh Unilever ternyata juga mencium rencana besar itu.

Akibatnya, sebelum rangkaian iklan ditayangkan, Unilever melalui sabun Lux membuat konsep iklan yang tidak jauh berbeda dengan model iklan Camay. Bahkan LUx menjadi lebih menarik, karena diembel-embeli hadiah promosi kalung emas. Siapa tidak ngiler membelinya?

Dua kali menelan pil pahit, membuat P&G bersikap lain tatkala diserbu Unilever kembali tahun 1997. Ketika menyiapkan sampo Head & Shoulder yang menawarkan antiketombe dan mengandung mentol, P&G lagi-lagi kecolongan oleh Clear yang menawarkan konsep produk baru (relaunch) persis sama.

Tidak hanya konsep produk yang ditiru, konsep kreatif iklannya pun dijiplak habis-habisan, dengan menampilkan model berbaju hitam yang berlagak lagu mirip. "Rambut hitam, siapa takut?" demikian bunyi slogan Clear yang menampilkan selebriti terkenal saat itu, Fery Irawan, berbaju hitam; yang dijawab oleh Puput Novel (artis yang juga terkenal saat itu) -- berbaju hitam pula -- yang berseru ceria: "Dengan H&S, rambutku oke dan membanggakan!"

Melihat perkembangannya seperti itu, P&G tidak mau menyerah seperti dulu-dulu. Ia justru sengaja membuat rangkaian iklan dalam berbagai versi dalam jumlah banyak --setidaknya tiga bintang dimunculkan: Puput Novel, Lulu Tobing, dan penata rambut terkenal. Kendati yang terjadi kemudian perang iklan televisi habis-habisan dengan tema dan warna yang mirip-mirip, P&G kali ini tidak mau mundur. Ia siap bertarung hingga titik darah penghabisan.

Perang frontal seperti diperlihatkan Unilever dengan P&G itu hanya salah satu jawaban dari rangkaian kegiatan intelijen pemasaran. Tidak semua temuan intelijen pemasaran berakhir demikian. Sebab, yang diperlukan dalam intelijen pemasaran terutama adalah bagaimana menggarap data-data menjadi bentuk antisipasi yang proaktif.

Banyak terjadi salah kaprah pengertian intelijen pemasaran seolah-olah sebuah tindakan memata-matai semata. Padahal, intelijen di sini adalah kemampuan seseorang atau organisasi dalam pengambilan keputusan melalui serangkaian informasi yang ada. Konsepnya adalah the core of marketing decision is information. Bahwa informasi dibutuhkan dari keputusan pemasaran yang harus intelijen. Yang berarti, keputusan pemasaran itu harus cerdik dan pandai dalam mengolahnya.

Itu sebabnya, intelijen pemasaran bisa disebut sebagai serangkaian prosedur dan sumber yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan dunia pemasaran. Sebuah proses analisa yang mengubah data kasar menjadi pengetahuan strategis yang relevan, akurat, dan bermanfaat. Kenapa? Sekitar 94% informasi intelijen pemasaran biasanya diperoleh dari data yang terpublikasikan. Spionase dan sejenisnya hanya mengambil bagian 6%-nya.

Jadi, kegiatan intelijen seharusnya menjadi kehidupan sehari-hari seorang praktisi pemasaran. Karena ia setiap harinya membuat keputusan baik yang bersifat strategis maupun operasional, maka untuk pengambilannya keputusannya itu, praktisi pemasaran harus mempertimbangkan informasi yang dilakukan secara intelijen.

Masalahnya, dari mana sumber informasi atau sumber data intelijen yang dibutuhkan itu datang? Kembali kepada 4P (product, price, placement, promotion) yang menjadi patokan dalam pengambilan keputusan. Apakah itu untuk peluncuran produk baru, value added sebuah produk, keputusan menaikkan harga atau tidak, keputusan beriklan atau tidak beriklan, semuanya harus berdasarkan 4P tadi dengan sudah mempertimbangkan unsur intelijennya.

 

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)