Penelitian yang diterbitkan Psychology and Marketing pada
tahun 2018 menunjukkan bahwa merek yang paling dicintai juga mengilhami banyak
kebencian terhadap merek. Sebagian besar disebabkan oleh kenyataan bahwa
branding sekarang menjadi bagian dari cara orang mengomunikasikan gaya dan
identitas pribadi mereka.
Yang cukup menarik, akar penyebab kebencian merek sebagian besar adalah komunikasi yang salah antara konsumen dan perusahaan, dan sebagian besar masalah ini sebagian besar disebabkan oleh kesalahan manajemen perusahaan.
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa 80% perusahaan beranggapan bahwa mereka telah memberikan layanan pelanggan yang unggul, padahal bisa jadi hanya 8% konsumen yang berpikir bahwa perusahaan yang sama memberikan layanan yang unggul.
Gambaran tersebut menunjukkan adanya gap atau perbedaan harapan
dan fokus konsumen berbeda dengan yang menjadi anggapan perusahaan. Perbedaan ini
yang seringkali memicu kebencian di pasar. Kadang-kadang rasanya seolah-olah
konsumen dari Venus tetapi perusahaan dari Mars.
Bagaimana mengatasi persoalan ini, langkah pertama untuk menghindari kebencian adalah memahaminya. Buku Brand Hate: Navigating Consumer Negativity in the Digital World ini berfokus pada konsep "kebencian merek" dan negativitas konsumen di pasar digital saat ini.

Buku ini mencoba mengeksplorasi faktor emosional yang dihasilkan konsumen terhadap merek yang dihargai dan bagaimana pengalaman negatif mempengaruhi loyalitas konsumen mereka dan lainnya.
Sangatlah naïf bila menganggap bahwa kebencian terhadap perusahaan tidak ada. Ini berpotensi terjadi pada merek Anda ketika berada di ruang konsumsi digital.
Sikap permusuhan dan kebencian konsumen tidak lagi disembunyikan dan dalam kesenyapan. Sekarang, sikap yang mengambarkan kebencian dibagikan secara terbuka di banyak situs web anti-merek media jejaring, situs jejaring sosial konsumen, dan dashboard keluhan serta ulasan konsumen.