The Michelin Guide beredar selama hampir 120 tahun lebih. Panduan itu dikenal di seluruh dunia sebagai standar emas untuk peringkat dan ulasan restoran mewah. Koki-koki top dunia bekerja sepanjang tahun mengejar bintang Michelin yang didambakan.
Beberapa restoran Indonesia juga mendapatkan penghargaan dari Michelin. Sebagian besar, terutama yang asli Indonesia, ada di Bali. Di Jakarta juga ada beberapa restoran yang menghargaan Michelin.
Kebanyakan adalah restoran asing atau franchise. Harga menunya juga kebanyakan relatif tinggi, walau ada juga yang tidak terlalu merogoh kantong terlalu dalam.
Sebuah restoran mendapat satu penghargaan berarti restoran tersebut layak dijadikan sebagai destinasi makan-makan, layak untuk dijadikan sebagai tempat tujuan melakukan perjalanan khusus hanya untuk makan di sana.
Ribuan pengunjung mempercayai panduan ini sebagai otoritas terkenal untuk restoran terbaik. Suka cita sering dirayakan di Prancis setiap tahun setelah publikasi Michelin. Kegilaannya bak sebuah film mendapatkan penghargaan Academy Awards.
Ingat film komedia drama The Hundred-Foot Journey? Apa yang diperoleh chef Hassan setelah restorannya mendapat penghargaan dua bintang dari Michelin? Dia yang semula bekerja di restoran di “pedesaan” mendapat tawaran bekeja di restoran ternama di Paris.
Tetapi Michelin adalah perusahaan ban. Bagaimana dan mengapa, sebuah perusahaan produsen ban hadir untuk memberikan penghargaan tertinggi bagi santapan lezat?
Pada tahun 1900, hanya ada beberapa ribu mobil di Prancis. Mobil itu baru, harganya relatif mahal, dan budaya belum bergeser ke arah gagasan bahwa setiap orang perlu memiliki mobil. Untuk pabrikan ban Michelin, itu memunculkan masalah.
Kalau hanya mengandalkan pasar itu-itu saja, bagaimana pabrikan itu bisa menjual lebih banyak ban dan berkembang sebagai sebuah perusahaan ketika ada begitu sedikit mobil?
Hanya ada dua cara untuk menciptakan lebih banyak permintaan terhadap produknya: menjual lebih banyak mobil untuk memenuhi kebutuhan ban, atau menemukan cara untuk membuat orang yang sudah memiliki mobil lebih banyak mengemudi sehingga ban mereka perlu diganti lebih cepat.
Perusahaan lalu menciptakan Michelin Guide dan memberikannya secara gratis. Dengan melakukan hal itu, Michelin mengeluarkan nama-nama restoran yang dianggap terbaik atau layak sebagai tempat makan-makan.
Awalnya hanya mengeluarkan daftar restoran di seluruh Prancis, lalu Eropa, lalu dunia. Publikasi ini dianggap sebagai iklan gratis yang sangat baik, dan memposisikan dirinya sebagai perusahaan yang dapat dipercaya dan berwibawa.
Yang menarik, publikasi gratis tentang restoran layak kunjung itu menciptakan inspirasi bagi pengemudi dan alasan bagi lebih banyak orang untuk memiliki mobil. Hasilnya, menjual lebih banyak produk pengganti. Perusahaan juga menghasilkan uang pada panduan setelah mulai mengenakan biaya untuk itu.
Ini adalah strategi bisnis inovatif, berlawanan dengan intuisi, dan memenangkan pasar. Strategi ini berjalan dengan baik selama beberapa dekade. Panduan, yang dikenal sebagai "buku merah," menumbuhkan nilai merek secara keseluruhan dan tampaknya menjadi aset nyata.
Namun hari-hari ini, sebagai penerbitan dalam format kertas dan dijual di toko-toko buku, Michelin Guide rugi € 19 juta per tahun. Hari-hari ini, dengan keberadaan mobil di mana-mana, dan kenikmatan jalanan kalah oleh imajinasi populer, pemandu tidak lagi sekuat kapasitas aslinya. Michelin Guide berkurang pengaruh dan ke”saktian”nya
Namun Michelin Guide sangat bermakna. Michelin Guide menginspirasi orang mengemudi lebih banyak, dan mulai harus menjalankan bisnis mereka sendiri. Mungkin strategi baru yang didukung dengan lebih baik, dan bila diintegrasikan dengan teknologi dapat membantu menjadikannya menjadi entitas yang menguntungkan lagi.