Strategi Pengaturan Tata Letak Toko

supermarket lay out

Kenapa produk makanan diletakkan Carrefour di jalur keluar atau di bagian belakang toko? Penataan letak barang di gerai modern ternyata tidak semata-mata didasarkan pada aspek dekoratif. Penataan juga harus memperhitungkan faktor sifat barang, tingkat kebutuhan dan kebiasaan berbelanja pengunjung.

Ketika berjalan-jalan di department store atau supermarket, barangkali Anda tidak pernah hirau mengapa barang A diletakkan di sebelah kiri, mengapa B di sebelah kanan, mengapa daging dan sayuran segar ditaruh di belakang, mengapa consumer goods di depan.

Tahukah Anda bahwa penataan letak barang-barang itu tidak semata-mata didasarkan pada aspek dekoratif, melainkan juga memperhitungkan faktor sifat barang, tingkat kebutuhan dan kebiasaan berbelanja pengunjung.

Salah satu fungsi dari pengaturan tata letak toko adalah memberikan ruang yang tepat untuk tampilan, pencobaan produk, dan pemeriksaan. Tata letak harus bisa menentukan ruang-ruang yang digunakan untuk menempatkan produk di masing-masing departemen di lokasi terbaik sesuai dengan kebutuhan penjualan departemen masing-masing.

Pengaturan yang efektif menempatkan barang dagangan di lokasi di mana ia menerima lebih atau kurang tampilan secara otomatis, memberikan ruang yang memadai untuk pemeriksaan, dan menempatkan peralatan layanan untuk membantu pengendalian arus lalu lintas yang melalui tempat penjualan.

Seperti di kebanyakan supermarket, di hypermarket Carrefour, misalnya, kelompok makanan diletakkan di jalur keluar atau di bagian belakang toko. Penempatan itu dilakukan berdasarkan pertimbangan kebiasaan berbelanja pengunjung yang selalu menuju counter makanan terlebih dahulu sebelum berkeliling mencari kebutuhan lainnya.

Padahal, makanan segar seperti daging akan lebih cepat rusak kalau diajak “jalan-jalan” dulu alias tidak segera dibawa pulang untuk disimpan di lemari es atau langsung dimasak. Maklum, kalau sudah keluar dari ruang penyimpanan, daging akan lebih cepat mengalami proses pembusukan.

Nah, untuk itulah Carrefour misalnya membuat sirkulasi toko yang mengarahkan pengunjung langsung ke tempat produk-produk yang tidak cepat rusak seperti barang elektronik dan tekstil. Setelah selesai berbelanja di areal itu, baru mereka diarahkan ke areal makanan—agar setelah berbelanja mereka langsung pulang. Tidak perlu membawa makanan berkeliling toko.

Lalu mengapa pula daging selalu diletakkan berdampingan dengan ikan, ayam, atau telur? Dalam ilmu tata letak barang ada teori yang disebut unity of need, yaitu penempatan produk harus memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Lagi pula tidak lucu bukan kalau daging diletakkan di samping pampers atau perangkat kebutuhan bayi lainnya?

Pengaturan tata letak juga harus mampu merekomendasikan item barang yang dianggap berkualitas tinggi. Barang-barang ini harus ditempatkan di lokasi yang menonjol, dekat pintu masuk, dan di sepanjang gang utama.

Dengan kata lain, penempatan barang dagangan berkualitas harus ditempatkan di lokasi yang mencolok. Biasanya ditempatkan di tengah ruangan yang luas dan kosong.

Meskipun produk yang dijual pada umumnya adalah kebutuhan primer yang tetap harus dibeli dalam keadaan bagaimana pun misalnya, tidak berarti penempatan produk di rak dilakukan serampangan. Di Carrefour Lebak Bulus Jakarta misalnya, -- bila Anda perhatikan -- ada rak tanaman yang dibuat sedemikian rupa sehingga menarik pengunjung untuk melihatnya. Atau untuk beras, dibuat counter khusus yang didekorasi.

Agar pengunjung bisa dengan mudah mengetahui posisi masing-masing produk yang dicari, Carrefour memberikan papan petunjuk arah yang ditaruh di tengah lorong atau digantungkan di tempat yang strategis sehingga bisa dilihat secara jelas.

Prinsip penataan letak barang di supermarket seperti Carrefour ini sedikit berbeda dengan di department store. Meskipun barang yang ditata sifatnya tidak perishable seperti barang-barang di supermarket, bukan berarti tata letak barang di department store lebih mudah.

Justru karena produk yang dipajang bersifat fashionable, penataannya lebih sulit karena menekankan pada aspek dekoratif yang notabene tidak bisa dikerjakan oleh sembarang orang yang tidak memiliki cita rasa seni.

Namun demikian, aspek dekoratif saja tidak cukup dalam urusan tata letak produk fashion. Yang lebih penting, bagaimana memvisualisasikan produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen.

Dalam kaitan ini, penglelola departemen store mengupayakan bagaimana sebuah produk mampu menarik perhatian konsumen sehingga bisa mendukung perceive image dari produk tersebut.

Upaya tata letak ini penting karena pada akhirnya akan berdampak pada tingkat penjualan produk. Bayangkan, apa yang terjadi kalau setelan baju kebaya trendy dengan detil asesoris bordir atau manik-manik diletakkan terlipat di atas rak bersama baju lainnya? Siapa yang akan tertarik membeli setelan kebaya yang keindahannya tersembunyi itu?

Sebetulnya tidak ada batasan yang baku tentang tata letak produk di toko. Namun demikian, katanya, setidaknya ada empat patokan yang harus diperhatikan dalam visual merchandising ini, yaitu pertama harus atraktif agar orang tertarik pada barang yang ditampilkan.

Kedua, harus bisa mempertahankan ketertarikan konsumen kepada display produk—sehingga ada keinginan dari mereka untuk membeli.

Ketiga memberikan informasi yang jelas tentang produk tersebut (point of purchase), misalnya dengan memberikan label berisi keterangan tentang merek, harga, dan ukuran, dan keempat menyediakan produk tersebut tersusun mulai dari ukuran terkecil hingga terbesar dengan berbagai pilihan warna—sehingga memudahkan konsumen menemukan yang cocok dengan selera dan ukurannya.

Keempat patokan itu seharusnya sudah bisa membantu penjualan karena pada dasarnya panduan itu diciptakan untuk memudahkan pengunjung mendapatkan yang diinginkan.

Yang tidak kalah penting dalam mendesain layout dan memilih barang yang akan dipajang di toko adalah pemahaman tentang karakter pengunjung toko. Misalnya, di Sidoarjo yang jaraknya kurang lebih satu jam dari Surabaya, pengelola tidak bisa menjual produk anak muda.

Itu karena pasar di situ umumnya adalah para buruh dan petani sehingga barang yang dijual pun harus menyesuaikan dengan kondisi masyarakat di lingkungan itu. Ini berbeda dengan penataan layout di Tunjungan Plaza yang banyak dikunjungi anak muda.

Jadi, karakter masing-masing mal akan sangat mempengaruhi pemilihan produk dan penataannya di toko. Oleh karena itu, penting bagi para desainer layout untuk memahami kondisi lingkungan toko, besarnya potensi konsumen di daerah itu, serta daya serap market-nya.

Disinilah pentingnya meramu komposisi dalam penempatan masing-masing produk mengingat toko seperti Matahari adalah general department store yang menyediakan berbagai kebutuhan konsumen dari baju bayi hingga keperluan orang dewasa. Misalnya di Galeria Taman Anggrek, sebagian besar produk untuk wanita dewasa dan anak muda.

Sedangkan di Citraland baju anak mudanya bisa sampai 60% sehingga mungkin yang banyak adalah T-Shirt. Kalau di Bali, yang paling banyak produk-produk untuk orang asing. Desain layout untuk masing-masing toko itu berbeda.

Untuk mendesain layout toko ini, Matahari menyerahkan urusannya kepada seorang store design. Dialah yang akan merancang bentuk toko, mengatur sirkulasi manusia di dalamnya, dan mengatur denahnya.

Dialah yang menentukan di mana harus diletakkan meja dan di mana harus ada display. Jadi singkatnya, store design bertanggung jawab atas kesiapan toko untuk dimasukkan produk. Sedangkan yang menentukan produk apa yang akan dipasang di satu area adalah tanggung jawab bagian merchandising.

Bagian merchandising inilah yang akan memberitahu produk mana yang baru datang, mana yang konsinyasi, dan mana yang harus di-highlight. Untuk produk konsinyasi seperti merek Guess dan Polo misalnya, biasanya tata letaknya sudah ada guide line sendiri dari prinsipal—meskipun tetap harus sejalan dengan konsep Matahari.

Maklum, tata letak produk menentukan image sebuah brand. Sedangkan penempatan counter barang konsinyasi ini, ditentukan berdasarkan kesepakatan bisnis antara prinsipal dengan jajaran top manajemen.

Soal bujet yang dikeluarkan untuk menata letak toko besarnya memang beragam. Namun yang pasti, kalau ingin mengubah bentuk tampilan secara besar-besaran, memang dibutuhkan dana hingga ratusan juta hingga miliaran rupiah karena harus membeli mannequin baru dan display tool lainnya.

Sedangkan kalau hanya mengganti produk, tanpa mengubah layout dan tidak menambah display tool, tidak banyak biaya yang dibutuhkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)