Semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan perangkat internet portable seperti tablet atau smartphone, maka kemungkinan mereka untuk mengakses video online akan semakin besar pula. Terlebih, rata-rata durasi yang dihabiskan masyarakat di Asia Tenggara untuk menonton video online menggunakan perangkat internet portable seperti smartphone dan tablet cenderung tinggi.
Di Filipina contohnya, rata-rata durasi yang dihabiskan masyarakat di sana untuk mengakses video menggunakan smartphone adalah 9,2 jam dalam seminggu, sedangkan via tablet sebanyak 10,7 jam per minggu. Adapun Singapura adalah negara dengan rata-rata durasi waktu terendah dalam hal akses video secara online, yakni 5,2 jam untuk akses via smartphone dan 5,8 jam untuk akses via tablet.
Menjamurnya TV Sosial (social TV) telah mendorong jumlah penonton video online. Tidak hanya itu, sebagian besar pengguna media-media sosial terlibat dalam pembahasan maupun komentar mengenai acara-acara TV (lebih dari 75%). Tren ini tentu merupakan peluang yang tidak disia-siakan begitu saja oleh para praktisi di bidang marketing maupun penerbit (publisher). Mereka telah berusaha untuk dapat memanfaatkan peluang memasarkan produknya via video online.
Berdasarkan data APEC, anggaran belanja pemasaran di dunia (tidak termasuk negara Cina) pada 2014 sebesar US$ 67 miliar. Jumlah tersebut diproyeksikan akan terus meningkat setiap tahunnya, dan akan mencapai US$ 78 miliar pada 2017. Pada 2014 ini, diproyeksikan total belanja video market (video advertising) mencapai US$ 196,4 juta. Sementara itu, total pertumbuhan video market pada tahun ini sendiri diproyeksikan mencapai 75,5%. Sementara itu, total anggaran untuk iklan mobile pada 2014 diproyeksikan mencapai US$ 620,2 juta.
“Melihat betapa menjanjikannya pasar iklan melalui video online, para praktisi marketing perlu untuk memahami rantai atau daur dari sistem media agar dapat memanfaatkannya secara maksimal,” anjur Paul Fisher.