Brand Purpose, Bisa Menjadi “Peluru” untuk Kampanye Digital

Masih butuh tiga sampai lima tahun lagi bagi produk Fast Moving Consumer Goods (FMCG) untuk bisa secara efektif menggunakan kanal digital untuk kampanye pemasaran maupun untuk kanal penjualan, kata Ricky Afrianto, Global Marketing Head Mayora Group, di sela-sela Ad Asia Bali 2017 bulan lalu.

“Saat ini tidak ada yang lebih efektif dibandingkan TV untuk menjangkau mass market Indonesia,” katanya pada konferensi yang menghadirkan tokoh inovasi dunia Guy Kawasaki dan penulis buku best seller marketing Martin Lindstrom ini. Menurut Ricky, 44% konsumen Indonesia saat ini masih berada di kawasan pedesaan (rural) dengan kontribusi kepada penjualan produk-produk consumer dominan sekitar 32%.

Fakta lain menunjukkan, market value for online shopping produk-produk FMCG saat ini masih di bawah 2% dari total nilai pasar sekitar Rp 74 triliun per tahun. Bahkan market value online shopping produk grocery F&B hanya 1%, dan grocery non F&B hanya 0.2%. Online shopping, katanya, saat ini hanya efektif digunakan oleh produk-produk elektronik dan travel dengan kontribusi lebih dari 50% terhadap total market value online shopping.

Bagaimana Ricky memandang media digital untuk pengembangan merek-merek FMCG yang digawanginya? Berikut adalah kutipan wawancara Lis Hendriani dari MIX dengan Global Marketing Head Mayora Group itu.

Seiring dengan perkembangan media digital, sampai kapan merek-merek Fast Moving Consumer Goods (FMCG) akan memakai conventionalmedia, terutama TV, untuk kampanye pemasarannya?

Basiclytechnology tergantung juga dengan infrastruktur. Kita as a country, unfortunately 44% (berada) di rural, petani masih nomor satu, kontribusinya masih 32%. Bagi mereka untuk growing to a certain level—sampai bisa mengakses digital dan internet, mungkin masih dibutuhkan 3-5 tahun. Tapi produk kami (Mayora) sebetulnya tidak semua untuk segmen ini.

Problemnya, sampai kapan kami menggunakan conventional media (untuk kampanye pemasaran), jawabannya adalah sampai kami (marketer dan agensi) bisa membuat konten yang tidak hanya relevan, tapi harus ada brand purpose. Jadi works together untuk membuat sesuatu, sehingga ketika kampanye kami keluar di digital, orang merasa oke.

Problem yang saya dapat (dengan berkampanye di digital), walaupun iklannya kemudian viral, orang belum tentu aware dengan brand kami. Sesudah persoalan awareness, adalah persoalan message-nya, sampai tidak. Viral-nya oke, tapi it doesn't create any impact kepada pembelian. Jadi unfortunately, digitalcampaign belum terbukti bagi saya. Bukan tidak percaya sama digital. Tapi kita harus menemukan cara membangkitkan brand purpose dulu. Mungkin brand kita bisa berbicara tentang serving good and happiness, mungkin tentang bagaimana brand kita melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, misalnya memberdayakan masyarakat sekitar, atau enable student menjadi creative.

Maksud brand purpose di sini bagaimana?

Jadi program CSR (Corporate Social Initiatives) harus sejalan dengan brand purpose. Ketika membuat digital campaign, harus connect antara creativity di digital dengan brand purpose. Jadi tidak serta merta ngomongin uang (keuntungan). Target audience digital harus melihat, benar atau tidaknya brand kita banyak membantu. Contoh paling nyata adalah Go-Jek. Dia (orang Go-Jek) ngomong dia membantu orang. Anak driver-nya tidak punya duit, tapi dia tetap bisa sekolah. Itu Gojek enable people. Itu sejalan dengan brand essence dia. Jadi, digitalnya jalan, produknya sendiri menjadi marketer mereka. Seperti itu seharusnya, kalau hanya placement berat.

Yang terjadi sekarang bagaimana? Brandpurpose sudah ada, lalu mereka bikin campaign di digital, tapi bottomline tidak dapat juga. Itu bagaimana?

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)