Cara Trans Media Hindari Kanibalisasi

Tayangan “Yuk Keep Smile” di Trans TV dan “Opera Van Java” di Trans 7, kini masih menjadi program komedi popular di Tanah Air. Booming “Goyang Caisar” di “Yuk Keep Smile”, hingga trio kocak Parto-Sule-Andre di “Opera Van Java” terbukti sanggup mengibarkan nama Trans Media di industri pertelevisian Tanah Air. Trans Media pun punya cara jitu agar keduanya tidak saling mengkanibalisasi. Sebaliknya, langkah itu diyakini dapat menjawab persaingan dari kelompok media lain, termasuk pendatang anyar Net TV.

Trans Media

Kehadiran Trans Media lewat dua stasiun televisinya, Trans TV dan Trans 7, membawa angin segar di industri pertelevisian Tanah Air. Sejumlah program televisi yang diproduksi sendiri, terbukti menjadi tren setter. Tengok saja, sejumlah program unggulan di kedua stasiun televisi tersebut. “Bukan Empat Mata” misalnya, sempat membuat Trans Media panen pemirsa sekaligus pengiklan. Bahkan, program tersebut juga sanggup mempopulerkan sang host dan co-host, komedian Tukul Arwana dan Vega.

Tak puas dengan Trans TV, Trans Media pun ingin menciptakan sukses yang sama pada Trans 7—stasiun televisi yang beberapa tahun lalu baru diakusisinya. Masih mengusung konsep komedi, Trans 7 menghadirkan “Opera Van Java”—yang lebih dikenal dengan sebutan OVJ—sebagai andalannya. Program yang kalau boleh dibilang re-package dari tayangan bergaya “Ketoprak Humor”—besutan RCTI dulu—terbukti sanggup menghipnotis para pemirsa. Ujungnya, tak hanya rating yang terdongkrak, namun pengiklan pun ikut tersedot pada tayangan yang sanggup melambungkan lima host-nya—Parto, Sule, Andre Taulani, Azis Gagap, dan Nunung.

Seiring dengan kehadiran popularitas OVJ, tayangan “Bukan Empat Mata” mulai tampak melesu. Trans Media pun tak habis akal. Mengandalkan tim kreatif yang terdiri dari anak-anak muda, Trans TV memanfaatkan momentum “bergoyang” Gang Nam Style. Tepat di bulan suci Ramadhan, Trans TV meluncurkan goyang ala Caisar yang dibungkus lewat program “Yuk Kita Sahur”, yang kemudian menjadi program unggulan di Trans TV dan dihadirkan kembali dengan nama program “Yuk Keep Smile”--yang lebih dikenal dengan sebutan YKS. Belakangan, stasiun TV lain mengikutinya dengan meluncurkan goyangan khas dalam setiap tayangannya. Sebut saja, program musik “Dahsyat” milik RCTI, yang menawarkan goyang Gaspol.

Tak hanya tayangan komedi, program talk show di kedua stasiun televisi tersebut juga ikut berkibar. Trans TV misalnya, punya program talk show “Show Imah” yang dibawakan oleh komedian cantik, Soimah. Tak kalah dengan Trans TV, Trans 7 juga punya program talk show “Hitam Putih” yang dibawakan secara apik oleh mentalis Deddy Corbuzier.

Jika sama-sama mengandalkan program komedi yang nyaris serupa, apakah keduanya tidak saling tumpang tindih? Dijawab Atiek Nur Wahyuni, CEO Trans Media, Trans TV membidik kelas A dan B (menengah atas), sedangkan Trans 7 lebih pada kelas B dan C (menengah bawah). Jatuhnya pilihan pada kelas ABC , menurut Atiek, semata-mata karena potensial bisnis di kelas tersebut tercatat menjanjikan.

“Dari sisi bisnis, budget iklan terbesar ada di kelas ABC. Itu sebabnya, Trans Media memilih memasuki pasar di sana untuk Trans TV maupun Trans 7. Meskipun kami akui, target market keduanya, sebetulnya secara umum hampir sama. Yakni, menyasar keluarga kelas ABC,” papar Atiek.

Selain segmen pasar, Trans Media pun mencoba membedakan keduanya dari sisi positioning. Trans TV memiliki positioning sebagai trendsetter lifestyle dengan mengedepankan pencitraan sebagai “HBO”-nya Indonesia. Lantaran, memang Trans TV kuat juga dengan film-film Hollywood yang dikemas lewat program “Bisokop Trans TV”. Sementara itu, positioning Trans 7 adalah lebih cerdas, tajam, menghibur, dan membumi.

“Kalau dilihat secara kasat mata atau secara visual, Trans TV terkesan lebih glamour dan selalu trendsetter. Salah satunya lewat program ‘Yuk Keep Smile’ yang terkenal dengan goyang Caisar-nya. Selain lifestyle, di Trans TV, kami juga memiliki banyak program yang menginspirasi kehidupan masyarakat Indonesia, yang tentu saja kami pertahankan,” lanjutnya.

Sementara itu, sesuai dengan positioning-nya, maka program-program Trans 7 pun lebih kepada tayangan komedi yang membumi, yang mampu menghibur seluruh keluarga. Artinya, walaupun Trans Media sama-sama menghadirkan tayangan komedi di keduanya, menurut Atiek, tetap ada beda di keduanya. “Program OVJ di Trans 7 lebih terkesan tradisional. Bahkan, secara visual, tidak se-glamour dibandingkan dengan program-program komedi Trans TV,” kata Atiek memberi alasan.

Atiek mengungkapkan, kalau Trans Media ingin memisahkan secara tajam keduanya, memang agak sulit. Sebab, keduanya adalah TV general entertainment, yang memilih untuk tidak bermain di mainstream program, seperti tayangan sinetron. Ketidaktertarikan Trans Media untuk tidak bermain di tayangan sinetron, menurutnya, karena Trans Media ingin tampil beda secara tajam, jika dibandingkan dengan televisi incumbent seperti RCTI, SCTV, maupun Indosiar.

Pages: 1 2
Tags:
Trans Media

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)