Dalam kampanye digitalnya itu, Ucup Klaten memaksa ingin mudik begitu tahu Mbah Minto masuk angin. Namun, Mbah Minto tetap meminta Ucup tidak mudik, karena dia sudah mengkonsumsi produk masuk angin Bejo. Di ujung cerita, Mbah Minto justru khawatir kalau uang THR (Tunjangan Hari Raya) Ucup-lah yang justru tidak dikirim ke kampung. Dikemas secara jenaka, kampanye ini pun mampu menghibur pemirsa dan menjadi viral. Bahkan, Mbah Minto ikut popular dan menjadi bintang iklan untuk berbagai merek atau produk. Mbah Minto pun sempat menjadi bintang tamu di program Najwa Shihab.
Diungkapkan Presiden Direktur PT Bintang Toedjoe Simon Jonatan, konsep iklan Bejo versi Mbah Minto adalah lebih mengarah ke riding the wave dan momentum, dimana orang orang butuh edukasi dan hiburan. Saat itu, konten dari Ucup Klaten terkait edukasi himbauan jangan mudik. Objektif dari kampanye ini adalah ingin memberikan edukasi dan konten humor, namun sekaligus men-deliver brand Bejo.
"Konsep iklan yang baik itu harus asik dan ber-ARTI. Yang dimaksud ber-ARTI ini adalah Autentik, Relevan, Talk Ability, dan Inspiring. Relevan artinya kita melihat sesuai dengan apa yang sedang terjadi, dimana situasi pendemi Corona saat itu ada larangan mudik. Autentik sendiri artinya adalah keaslian content. Tidak semata-mata baru, namun ringan dan mudah dipahami. Konten Ucup Klaten yang digunakan sebagai iklan, saat ini belum ada. Talk Ability artinya menjadi fokus utama pada pembicaraan. Dengan gaya iklan edukasi yang ringan dan lucu dan softsell menjadi shareable dan dibicarakan orang banyak. Dan, Insipiring artinya kita melihat bahwa apa yang kita sampaikan ini bisa mengedukasi dan tertanam di ingatan audience. Di dalam konten ini, orang akhirnya teredukasi larangan mudik," papar Simon.
Iklan Mbah Minto sendiri pertama kali tayang pada 24 April di akun Instagram Ucup Klaten. Penanyangannya dijadwalkan sesuai dengan momen, misal tema THR ketika mendekati Lebaran, dan tema Lebaran di saat Lebaran itu sendiri. Iklan tersebut ada lima versi, di antaranya #GagalMudik, #THR, #JagaKampung, #QuizBejo, dan #Lebaran. "Momentum is very important," tegas Simon.
Kemampuan memanfaatkan momentum untuk meraih viral, diamini juga oleh Ferry. "Kuncinya, memang harus mampu memanfaatkan momentum. Oleh karena itu, penting bagi pemasar untuk mencari ide dengan rajin mengamati isu terkini di kanal digital, untuk kemudian segera dieksekusi menjadi kampanye komunikasi," tuturnya.
Dia menambahkan, dalam menciptakan kampanye komunikasi yang viral dengan konten jenaka harus memperhatikan betul unsur SARA dan hukum. "Mungkin gampang membuat konten atau kampanye viral, tapi yang tidak menyinggung SARA atau hukum, itu yang benar-benar kami harus jaga," tegas Ferry.
Kunci lainnya agar kampanye bisa viral, menurut Ferry, pemasar harus paham betul kapan brand harus disajikan transparan dalam story board kampanye dan kapan hal itu disajikan secara soft atau tersembunyi. Ia mencontohkan, untuk kampanye komunikasi Chocolatos Tante Ernie, penayangannya justru lebih dulu di akun Tante Ernie dan Hotman Paris, hingga berujung di -share netizen di media sosial dan WhatsApp Group. Itu artinya, kampanye komunikasi itu tidak ditayangkan di media sosial resmi Garudafood maupun Chocolatos.
Placement atau penempatan kedua kampanye viral tersebut memang didominasi di kanal digital. Iklan Chocolatos Lava Tante Ernie misalnya, diakui Ferry, banyak ditayangkan di platform YouTube, Instagram, dan TikTok.
Adapun iklan Bejo Mbah Minto, diungkpkan Simon, tayang di Instagram dan Youtube Ucup Klaten. "Selain itu, kami juga menayangkannya ke akun-akun dengan follower banyak seperti Lambe Turah. Bahkan, salah satu videonya, kami jadikan iklan TVC versi Lebaran," ucap Simon.
Lantas, efektifkan jenis kampanye seperti itu? Baik Ferry dan Simon, mengakui bahwa iklan jenaka dan menggibur ini tercatat efektif. Ferry misalnya, mengaku objektif viral yang ingin diraih dari iklan Chocolatos Lava Tante Ernie dapat tercapai.
Adapun Simon, mengaku iklan Bejo Mbah Minto terhitung cukup efektif. "Terbukti, konten yang kami produksi dibagikan oleh banyak orang, meskipun pesan brand di dalamnya secara soft selling. Selain itu, pesan lebih tertancap, karena kami mengkorelasikan Jahe Merah dengan Bejo Jahe Merah. Objektif tentu tercapai," ungkapnya.
Lebih lanjut Simon menerangkan, di era digital ini, siapa saja bisa jadi artis dan terkenal. "Jika endorser orang biasa punya karakteristik dan otentik dari segi konten, maka bukan tidak mungkin orang-orang akan suka. Sebab, konten yang relate dan dekat dengan kehidupan sehari hari justru menjadi pilihan utama masyarakat digital," yakinnya.
Kelebihan endorser dari orang biasa tentu saja dari segi harga. "Nominal yang kita pakai masih terbilang cukup kecil. Orang biasa ditampilkan bukan semata-mata menjual produk, namun memberikan pesan. Kekurangannya adalah jika konten tidak kuat. Artinya, jika konten itu lemah, maka bisa dipastikan iklan dengan endorser orang biasa tidak akan bertahan lama," Simon menutup.