Perlukah Brand Mengklarifikasi Black Campaign “Beli Coklat Gratis Kondom”?

Menjelang Valentine Days tahun ini, netizen Tanah Air kembali dihebohkan dengan isu “Beli Coklat Gratis Kondom”. Foto dua batang coklat bermerek SilverQueen plus sebungkus kondom Fiesta yang terbungkus manis dengan pita pink, kini tengah beredar luas di social media. Alhasil, foto tersebut pun menuai banyak komentar negatif dari publik. Bahkan, tak sedikit media online di Indonesia menurunkan isu tersebut dalam pemeberitaannya.

Edisi-ValentineBeli-Coklat-Gratis-Kondom

Facebook dengan akun Roza Rianita Nursetia misalnya, memajang foto tersebut pada layar time line-nya. Di layar yang sama, ia pun mengeluarkan kekecewaannya dengan menuliskan status, “Pembagian Coklat dan kondom gratis di Pondok Indah, produsen kondom kembali berulah. Apa sih isi otak orang-orang itu? Astaghfirullah....”

Tak hanya netizen wilayah Jakarta yang dihebohkan dengan promo beli coklat gratis kondom. Namun, netizen di daerah Malang, Surabaya, pun turut ramai mengomentari. Maklum saja, salah seorang netizen yang mengunggah foto tersebut menyebutkan bahwa paket promo coklat plus kondom itu juga beredar di sekitar Kota Malang.

Mengingat isu tersebut bukan pertama kali dialami oleh Fiesta—lantaran, tahun sebelumnya Fiesta diterpa hal serupa—maka DKT Indonesia merasa perlu untuk melakukan klarifikasi. Tak menunggu waktu lama, DKT Indonesia pun menyebar pers rilis ke sejumlah media di Tanah Air.

“Kondom Fiesta selaku produk dari DKT Indonesia ingin memberikan penjelasan terhadap berita yang beredar saat ini di media sosial tentang promosi paket valentine berupa dua buah coklat dengan satu bungkus kondom Fiesta. Berita tersebut tidak benar, tidak pernah diadakan sebuah kerjasama atau promosi dalam bentuk apapun di Indonesia antara produk Fiesta dengan produsen coklat. Kami ingin meluruskan isu ini kepada rekan rekan media sekalian agar dapat disebarluaskan secara bertanggung jawab. Terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya,” demikian isi pers rilis singkat yang dikirim DKT Indonesia ke sejumlah media.

Sementara itu, dari pihak SilverQueen sendiri tak terlihat adanya upaya untuk mengklarifikasi kehebohan paket “Beli coklat gratis kondom”. Padahal, isu tersebut sangat erat kaitannya dengan reputasi brand SilverQueen ke depannya.

Dinilai Dosen Prasetiya Mulya Business School Istijanto Oei, heboh isu “Beli Coklat Gratis Kondom” harus ditelaah terlebih dahulu. “Untuk menilai apakah ini termasuk black campaign, perlu dianalisis lebih dulu siapa pelakunya,” tegasnya.

Menurutnya, ada beberapa kemungkinan. Pertama, apakah ini dilakukan dengan sengaja oleh masing-masing produsen? Kedua, kalau bukan oleh produsen, apakah ini dilakukan oleh distributor atau peritelnya? Ketiga, kalau bukan, apakah ini dilakukan pesaing? Keempat, apakah ini dilakukan pihak lain di luar yang disebutkan tadi?

Diungkapkan Istijanto, black campaign biasanya dilakukan oleh pesaing atau pihak lain yang tidak senang dengan produsen tersebut, yang biasanya untuk merusak image atau citra, sehingga menurunkan penjualan. “Sedangkan, kalau dari sisi produsen, tampaknya kalau hanya sekadar menciptakan kehebohan atau promosi unik atau ambient promotion dengan cara ini, produsen tentu tidak berani ambil resikonya yang terlalu mahal. Demikian juga jika pelakunya peritel, resiko image terlalu mahal, sehingga peritel tentu akan berpikir ulang. Nah, daripada bertanya-tanya, maka untuk melacaknya bisa dimulai investigasi dari distributor atau peritel,” paparnya.

Oleh karena itu, langkah awal yang harus dilakukan oleh brand yang menghadapi kasus seperti itu adalah melakukan upaya klarifikasi. Terlebih, jika kehebohan itu bisa merusak brand image. “Untuk itu, ada baiknya brand melakukan klarifikasi secara resmi untuk meredam isu negatif. Karena kalau diam saja, publik akan menerka-nerka jika produsen melakukan dengan sengaja. Untuk klarifikasi bisa dilakukan dengan press conference atau melalui komunikasi iklan yang kreatif dan social media,” anjur Istijanto.

Bagaimana dengan langkah Public Relations (PR)? Dijawab Istijanto, pebisnis yang sejati akan memiliki filosofi “di dalam masalah justru ada peluang”. “Nah, kenyataan yang muncul saat ini adalah kehebohan. Meski isu negatif, namun brand menjadi bertambah awareness-nya. Tugas PR saat ini adalah memanfaatkan awareness brand-nya saat ini dengan tema komunikasi yang bisa membalikkan situasi,” terangnya.

Ia mengingatkan, jangan pernah melakukan bantahan langsung, sehingga terkesan pesan komunikasinya “garing”. Sebaliknya, komunikasi dikemas menjadi pesan edukasi tentang makna valentine. “Selama ini, Image atau citra tentang cokelat + kondom sudah diartikan buruk, karena dianggap telah memfasilitasi sex bebas di hari valentine. Hal itu tentu sudah menyimpang dari makna 'kasih sayang' yang sebenarnya dan tidak sesuai dengan budaya kita,” bebernya.

Untuk itu, Istijanto menganjurkan, tema komunikasi yang dibuat harus mampu menyentuh dan membalikkan image yang buruk tadi. Ia mencontohkan, pesan komunikasi dapat berupa iklan cokelat yang mengungkap tentang penderitaan seseorang, lalu datanglah sang kekasih yang mau berkorban untuk meringankan penderitaan, meskipun sang kekasih juga dalam kondisi menderita. “Hal itu sebagai upaya untuk mengedukasi makna kasih sayang yang sebenarnya. Sekaligus mempertegas bahwa valentine tidak sama dengan sex. Pendeknya, tema pesan harus menyentuh dan story board iklan tetap bisa memanfaatkan isu ini,” ia menegaskan.

Sementara itu, untuk produk kondom, menurutnya, bisa melakukan kampanye komunikasi yang dibungkus lewat edukasi bertema humor. Ia menerangkan, “Misalnya, kalau mengampanyekan beli kondom tidak bisa hanya dengan cokelat, tetapi harus pakai KTP dan tertulis status menikah. Bisa ambil setting tema iklan pria tua yang telat menikah lalu beli kondom + cokelat yang ditolak penjual, karena KTP-nya masih tertulis jejaka. Intinya, iklan harus bisa dibuat kocak dan mengedukasi bahwa pembelian kondom harus bijak.”

Satu hal yang juga perlu diperhatikan, kata Istijanto, adalah pemanfaat momen. “Iklan atau komunikasi harus dibuat segera supaya momen tidak hilang. Kalau iklan dibuat saat momennya ada, maka semakin mudah iklan masuk ke memori konsumen, karena memori sudah teraktifkan dengan isu paket cokelat + kondom. Orang jadi menunggu-nunggu iklan tersebut dan membahasnya di social media. Namun, tentu saja dibutuhkan kreativitas dan kejelian memanfaatkannya,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)