Teddy Arifianto (PR Manager LINE)
Namun, Nutrifood tak patah arang. Menurutnya, Nutrifood akan mempersiapkan diri lewat berbagai inovasi program yang “menyentuh hati” konsumen. Dengan kata lain, melalui local wisdom, yang notabene menjadi kekuatan para pemain lokal seperti Nutrifood. Kedua, dengan memperkuat platform digital guna meningkatkan awareness dan menjadikan paltform tersebut sebagai contact point bagi konsumen.
Tantangan berikutnya soal komunikasi. Itu artinya, lewat digital saja tidaklah cukup untuk menjalankan program PR. “Perlu adanya komunikasi dua arah dengan konsumen (netizen). Dimana yang diharapkan adalah engagement. Dengan demikian, kemudahan perusahaan untuk melakukan 'advokasi' terhadap program (CSR, PR, Marketing) bisa dilakukan dengan baik. Bahkan, konsumen pun bisa menjadi agent word of mouth yang baik untuk lingkungannya,” papar Arninta.
Sementara itu, dicermati Teddy, tren PR 2015 adalah PR bukan hanya mengejar publisitas, tetapi lebih pada users's engagements. “Pihak top management akan lebih mempercayakan dan mengoptimalkan fungsi komunikasi intesif, baik untuk urusan eksternal maupun internal,” tandas Tedy.
Digital PR, ungkap Teddy, akan bertambah besar peranannya di dalam perusahaan pada tahun 2015. Hal itu tidak bisa dihindari, karena para users atau customers sudah semakin terbiasa dengan platform digital. Pendeknya, kematangan dan pemahaman dalam konsep PR sangat diperlukan para profesional PR, alias bukan sekadar “latah” mengunakan platform digital.
Oleh karena itu, para pelaku PR harus sadar dan mengetahui betul fungsi dan tugasnya. Fungsi PR secara internal akan menjadi lebih krusial, mengingat peranan karyawan/staf perusahaan dalam mendukung perusahaan secara eksternal menjadi semakin penting.
Terkait dengan Digital PR, diuraikan Arninta, kolaborasi dengan berbagai elemen komunitas selain untuk meningkatkan awareness dan referensi yang baik—terutama kepada new customer—objektifnya adalah untuk mendapatkan customer insight. “Maksudnya adalah memperoleh cerita dari para stakeholder agar mendapat feedback dari setiap kegiatan PR yang dilakukan oleh Nutrifood. Sebab, dengan kolaborasi tersebut, pada akhirnya juga akan mendukung keberhasilan program marketing,” ucapnya.
Pengukuran keberhasilan program PR sendiri, menurut Arninta, akan sangat banyak dan beragam. Namun, yang paling mudah untuk diambil datanya, menurut Arninta, adalah dengan digital. “Bagi Nutrifood, Key Performance Indicator (KPI) ditentukan berdasarkan tiap jenis program. Contoh, program PR yang menggunakan platform digital (sosial media) bisa dengan mudah dihitung bagaimana impresi, conversation, hingga visitor, selama program berlangsung. Termasuk, peningkatan follower dan fans di sosial media saat campaign tertentu,” tambahnya.
Bagi LINE, dalam mencapai target perusahaan, pengelolaan program PR tidak boleh berdiri sendiri. Melainkan, disinergikan dengan tim lainnya, seperti marketing dan business. “Jadi, peran dan program PR harus mendukung tujuan perusahaan yang ingin dicapai. Misalnya program stakeholders engagement diperkuat untuk mencapai target pertumbuhan dan ekspansi dari segmen Business to Business (B2B),” tutur Teddy.
Soal budget PR, diyakini Arninta, pasti terus meningkat di tahun depan. Apalagi, dengan adanya kerja sama serta kolaborasi dengan berbagai komunitas, maka tentu harus meningkatkan budget. “Ke depannya, porsi dari masing-masing akankanal komunikasi disesuaikan dengan program yang dijalankan. Intinya, karena kami menggunakan strategi Integrated Marketing Communication (IMC), otomatis semua kanal komunikasi dipakai untuk menyebarkan dan menularkan informasi dari program PR yang dijalankan,” tuturnya.
Sementara itu, mengenai budget, LINE selalu menyesuaikan dengan target yang ingin dicapai, sambil berusaha mencari cara yang paling efektif dan efesien. Budget pun selalu akan tumbuh, mengingat kegiatan bisnis yang dijalankan pun semakin ekspansif—baik untuk tujuan B2B maupun B2C (Business to Consumers). ***