Barang-barang mewah sering kali memiliki harga yang sangat tinggi saat baru, namun dalam kondisi bekas, harganya bisa lebih rendah tanpa mengurangi kualitas dan prestise yang melekat pada merek tersebut (Guiot & Roux, 2010).
Selain itu, bagi banyak orang, membeli barang mewah bekas adalah cara untuk mendukung keberlanjutan. Dengan membeli barang bekas, konsumen merasa bahwa mereka mengurangi limbah dan meminimalkan dampak lingkungan dari industri fashion, yang terkenal sebagai salah satu industri paling mencemari.
Bagi generasi muda khususnya, isu keberlanjutan menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan belanja mereka (Sularia, 2020).
Selain faktor ekonomi dan keberlanjutan, membeli barang bekas juga memberikan kesempatan bagi konsumen untuk menemukan barang unik yang tidak mudah ditemukan di toko biasa.
Ini terkait dengan tren individualisme dalam gaya berpakaian, di mana konsumen ingin tampil beda dan mencerminkan kepribadian mereka melalui barang-barang yang mereka pilih (Ferraro et al., 2016). Barang mewah bekas sering kali dianggap lebih eksklusif dan otentik karena model atau edisinya mungkin sudah tidak diproduksi lagi, sehingga memberikan nilai tambah bagi pembelinya.
Tidak hanya itu, beberapa pembeli juga merasakan ikatan emosional dengan barang-barang bekas, terutama yang memiliki nilai sejarah atau nilai sentimental tertentu. Hal ini menimbulkan rasa nostalgia dan kebanggaan tersendiri, seolah-olah mereka terhubung dengan masa lalu dan kisah di balik barang tersebut (Guiot & Roux, 2010).
Namun, meskipun terdapat banyak alasan positif, ada juga beberapa hambatan yang dihadapi konsumen, seperti stigma sosial atau kekhawatiran terhadap kebersihan dan kualitas barang bekas (Silva et al., 2021).
Motivasi lain yang mendorong orang membeli barang mewah bekas adalah sebagai bentuk ekspresi diri atau self-extension. Barang-barang ini dianggap sebagai representasi identitas diri mereka. Dalam masyarakat yang memandang status sebagai sesuatu yang penting, kepemilikan barang mewah meskipun bekas tetap memberikan pengakuan sosial (Salem & Salem, 2018).
REFERENSI
Derval, D. (2024). Designing luxury brands: The art and science of creating game-changers (2nd ed.). Springer Nature Switzerland AG. https://doi.org/10.1007/978-3-031-54093-6
Ferraro, C., Sands, S., & Brace-Govan, J. (2016). The role of fashionability in second-hand shopping motivations. Journal of Retailing and Consumer Services, 32, 262-268. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2016.07.002
Guiot, D., & Roux, D. (2010). A second-hand shoppers' motivation scale: Antecedents, consequences, and implications for retailers. Journal of Retailing, 86(4), 355-371. https://doi.org/10.1016/j.jretai.2010.08.002
Salem, M. I., & Salem, S. S. (2018)....