Tren ini sejatinya bisa dilihat sebelum dimulainya pandemi, khususnya di kalangan milenium (mereka yang lahir antara awal 1980-an dan akhir 1990-an). Ada sekitar 64% kalangan millennial yang menunjukkan bahwa mereka sangat mempertimbangkan keberlanjutan dalam perilaku pembelian mereka.
Hanya saja, ketika pandemi muncul, banyak konsumen dan pengecer akan menghadapi pengurangan sumber daya keuangan mereka dan dapat menunda pembelian mereka.
Situasi ini memaksa toko-toko produk mewah mengurangi jumlah koleksi dan produk yang ditawarkan setiap tahun. Konsumen bahkan dapat mempertimbangkan kembali konsep kepemilikan dan beralih ke layanan penyewaan.
Dulu, luxury product seakan terlepas dari keberlanjutan. Motivasi orang untuk menciptakan da memasarkan luxury product seakan didorong oleh egoisme dan eksklusivitas. Tak mengherankan bila bahan-bahan yang digunakan untuk membuat produk itu juga eksklusif seperti kulit ular, buaya, gading gajah, dan hewan-hewan langka lainnya.
Belakangan, ada perubahan yang signifikan di ranah ini. Ketika pandemic mewabah, konsumen semakin disadarka akan pentingnya keberlanjutan. Karenanya konsumen produk-produk barang mewah menjadi semakin peduli dengan lingkungan, dan mereka juga termovitasi untuk fokus menjadi agen perubahan untuk dunia yang satu dan universal ini.
Para produsen produk-produk mewah semakin sadar akan perannya di panggung global, terutama karena para pemangku kepentingan dan konsumen benar-benar telah berubah. Perubahan paradigma tentang lingkungan di tingkat konsumen semakin menyadarkan produsen untuk memprioritaskan gagasan marketingnya.
Mei 2019 lalu, konglomerat mewah LVMH (pemilik merek Dior, Fendi, Givenchy, dan Louis Vuitton) menjalin kemitraan selama lima tahun dengan UNESCO. LVMH ingin menjadikan dirinya sebagai pemimpin dan pelopor dalam transparansi di mana mereka mendapatkan bahan-bahan dan penyempurnaan rantai pasokan mereka. Ini jelas pernyataan dan salah satu yang harus dirayakan di industri.
Ini mempertegas pergeseran paradigma dimana tujuan marketing sekarang adalah mengatasi isu-isu global utama mulai dari perubahan iklim hingga sumber produk mereka. "Sebuah merek mewah harus mewakili yang terbaik di masyarakat agar relevan besok," kata Andrea D’avack, President of Chanel Foundation and Global Head of Corporate Responsibility.
Fashion mewah adalah salah satu industri konsumen terbesar di dunia. Industri fashion telah menjadi pusat kekuatan untuk pembangunan global. Nilai pasar produk-produk mewah diperkirakan mencapai US $ 2,4 triliun dan mempekerjakan 60 juta orang di sepanjang rantai nilainya, menurut Aliansi Mode PBB.
Dari Alexander McQueen hingga Zegna, telah terjadi percepatan implementasi strategi berkelanjutan untuk menciptakan lingkungan hijau. dan kemewahan positif.