Sebab seperti diketahui, kebanyakan cerita dimulai dengan masalah, hambatan, atau keadaan tidak seimbang (menggambarkan konsumen ke dalam tindakan dan mendorong identifikasi dengan protagonis), menggambarkan tindakan untuk mencapai resolusi, dan mengandung pelajaran yang dipelajari (Merchant, Ford, dan Sargeant 2010; Woodside, Sood, dan Miller 2008).
Yang jadi persoalan, seringkali fantasi dibangun tidak rasional. Seringkali, iklan dibuat sedemikian tidak rasional untuk mempermudah audience mengingat merek yang diiklan tersebut.
Dalam konteks ini, fantasi dapat diciptakan melalui event, mulai dari liburan impian, kapal pesiar hingga hamburger seperti yang dilakukan DiGiorno pizza. Jadi pilih mana, brand activation, iklan atau mengintegrasikan brand activation dengan taktik komunikasi pemasaran lainnya?
Konsumen sering menggunakan cara-cara kreatif untuk menggabungkan dan menyesuaikan makna sesuai kehidupan mereka sendiri. Makna produk, merek, dan iklan tidak dirasakan sama oleh semua konsumen, tetapi ditafsirkan sesuai dengan kehidupan individu.
Preferensi individu adalah campuran dari interpretasi, wacana, atau kerangka kerja yang digunakan oleh konsumen untuk menghubungkan merek, situasi sosial, dan individu (Holt 1997)
Disini pentingnya peran pesan yang disampaikan pesan merek melalui brand activation. Karena terjadi dialog dan kemudian satu sama lain mengendeorse merek dan makna merek, maka pesan yang disampaikan melalui brand activation menjadi kredibel, jelas (hasil dari proses mendengar, melihat, merasakan dan menngerti), serta nampak (visibel) sehingga seakan membangkitkan brand spirit menjadi suatu realitas kehidupan nyata.
Melalui dialog dan interaksi itu, pemasar dapat membangun makna baru dari merek yang dikelolanya. Bila dahulu brand dianggap sebagai suatu bentuk perlindungan konsumen, yang memberikan garansi terhadap realibilitas dan kualitas, melalui interaksi dan dialog, makna brand berubah menjadi semakin luas. Brand bukan lagi sekedar tanda, tetapi mencerminkan suatu gaya hidup.
Ambil contoh Magnum yang saat ini menguasai pangsa pasar 20% dengan kontribusi terbesar dari varian Magnum Infinity, Magnum Pink, dan Magnum Black. Untuk membesarkan Magnum, seperti diakui Ira Noviarti, Director of Ice Cream, Media, & Consumer Market Insight PT Unilever Indonesia, Tbk., Unilever menerapkan tiga strategi kunci.
Pertama, rutin menghadirkan inovasi strategi marketing di mana Magnum tidak sekadar menjual product benefit es krim, melainkan menjual emotional benefit berupa kemewahan es krim.
Untuk memanjakan para pleasure seekers—segmen psikografis utama yang dibidik Magnum, pada Juni lalu Unilever meluncurkan dua varian barunya, yaitu Pink dan Black. Kehadiran dua varian merupakan hasil national vote yang melibatkan lebih dari lima juta pleasure seekers.
Hasil voting beda tipis antara Magnum Pink dan Magnum Black, membuat Unilever memutuskan meluncurkan kedua varian itu secara bersamaan. “Jika Magnum Pink menghadirkan rasa yang unik buah delima (pomegranate), maka Magnum Black menghadirkan rasa Expresso di dalamnya,” tambah Amalia Sarah Santi, Group Product Manager Ice Cream PT Unilever Indonesia Tbk.
Strategi kedua Magnum membesarkan pasarnya adalah dengan menggelar...