Dalam era tradisional tersebut, jangkauan dan frekuensi menjadi variable penting dan penggiat komunikasi pemasaran beranggapan bahwa agar merek menjadi perhatian mereka harus bersuara paling keras sehingga mereka invest besar-besaran di iklan misalnya. Kini, seperti yang ditunjukkan dari hal survey MIX, sebagian besar responden mengetahui karakteristik kota melalui media sosial.
Disini sebenarnya ada peluang bagi pengelola kota untuk menciptakan pengalaman yang bisa menjadi viral sehingga bisa menjangkau target marketnya. Tantangannya adalah bagaimana menciptakan experiential.
Dua puluh tahun lalu, Pine dan Gilmore (1999) memperkenalkan istilah "ekonomi pengalaman." Kosa kata itu menjadi begitu popular karena pada saat itu merek-merek mulai meninggalkan produk dan layanan sebagai kekuatan mereka untuk bersaing. Merek-merek mulai menggunakan pengalaman pelanggan sebagai keunggulan bersaing.
Lima tahun sebelumnya, Holbrook dan Hirschman (1982, hal 132) memperkenalkan konsep experiential consumption. Menurut mereka, dalam konsumsi terdapat dimensi aktivitas rekreasi yang menyenangkan, kesenangan indrawi, lamunan, kenikmatan estetik, dan respons emosional.
Konsumsi melibatkan aliran fantasi, perasaan, dan kesenangan yang terus berlanjut yang disebut sebagai experiential view (pandangan tentang pengalaman). Perspektif pengalaman ini bersifat fenomenologis dan menganggap konsumsi sebagai keadaan kesadaran subjektif dengan berbagai makna simbolis, tanggapan hedonis, dan kriteria estetik.
Definisi yang agak lama menunjukkan bahwa pengalaman terdiri dari dimensi perilaku, kognitif dan emosional. Definisi terbaru dalam literatur menentukan pengalaman pelanggan yang terdiri dari dimensi sensorik, kognitif / intelektual, afektif, sosial, dan fisik / perilaku (Brakus et al., 2009; Verhoef et al., 2009).
Karena itu, experiential marketing berfokus pada pemberian kepada target pemirsa suatu pengalaman merek yang relevan dan pemberian nilai tambah bagi kehidupan pelanggan. Ini melibatkan komunikasi dua arah yang efektif antara brand dan konsumen. Konsekuensinya, pemasar harus memikirkan kembali bagaimana alokasi anggaran pemasaran dan ada pergeseran ke arah kegiatan yang berorientasi ada keterlibatan.
Experiential marketing mencakup beberapa konsep seperti pemasaran event, sponsorship, dan sampling produk. Akan tetapi event bukan menjadi komponen kunci dari kampanye pemasaran terpadu. Tujuan utama dari experiential marketing adalah membuat konsumen terlibat dengan merek.
Dari pengalaman yang diperoleh tersebut mereka berbicara tentang merek kepada orang lain. Itu sebabnya, sebuah kampanye experiential marketing yang terencana dan dilaksanakan dengan baik dapat menjadi bahan bakar untuk membangun word-of-mouth marketing yang efektif.
Saat ini, banyak ditawarkan makanan dan apa saja yang terkait dengan pengalaman kuliner local sebagai dimensi budaya. Pada intinya, makanan lokal dapat digunakan sebagai diferensiasi dalam konteks kegiatan pemasaran, dan sebagai elemen fundamental dalam proses pembangunan pariwisata berkelanjutan (Sims, 2009).
Belakangan di daerah-daerah atau kawasan tumbuh pusat kuliner lokal yang melayani kebutuhan wisatawan. Bagi mereka, makanan lokal merupakan gateway ke warisan budaya. Itu terutama yang melekat pada wisatawan yang ingin memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang masakan lokal dan budaya setempat dan yang ingin melihat lokalitas makanan sebagai experiential liburan mereka.
Wisatawan juga mencari pengalaman yang mencari keaslian dan...